Opini

MBG: Prabowo Bapak “Revolusi Gizi”?

×

MBG: Prabowo Bapak “Revolusi Gizi”?

Sebarkan artikel ini
pelaksanaan Makan Siang Gratis di SMA Negeri 5, Kota Sukabumi, Rabu (8/1/2025).
pelaksanaan Makan Siang Gratis di SMA Negeri 5, Kota Sukabumi, Rabu (8/1/2025).

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah dimulai 6 Januari lalu. Belum semua memang. Baru di 190 titik di 26 Provinsi.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Keterbatasan anggaran mengharuskan skala prioritas. Daerah-daerah sangat memerlukan harus diprioritaskan. Ternyata banyak juga yang menunggu untuk segera memperoleh program ini.

Kenapa program ini bisa dikatakan sebagai “revolusi?”. “Revolusi Gizi?”.

Banyak definisi terkait revolusi. Dari sekian banyak konsepsi itu bisa disederhanakan: ialah perubahan mendasar dalam satu bidang.

Ciri-cirinya antara lain: adanya perubahan cepat dan mendasar, melibatkan massa, dipimpin tokoh kharismatis, menyentuh berbagai aspek kehidupan, disertai konflik (pro-kontra), menimbulkan disorganisasi sementara.

Ciri-ciri di atas tentu mengacu pengertian pada revolusi sosial politik tanpa kontrol. Sebuah kehendak perubahan yang meledak secara terbuka. Konflik dan disorganisasinya bersifat tajam.

“Revolusi Gizi” melalui program MBG merupakan “revolusi” terkontrol. Akan tetapi dimensi kecepatan dan luasan sasaran bisa menempatkan program ini sebagai “revolusi”.

Ada tiga sasaran perubahan mendasar pada program MBG.

BACA JUGA :  Pandemi Yang Menggerus Narasi Keagamaan

Pertama, perubahan ketercukupan nutrisi pada generasi pelajar dan pra sekolah. Masih terdapat banyak generasi pelajar tidak memiliki uang saku untuk menjaga kondisinya tetap bugar selama belajar. Khususnya di daerah-daerah atau pada segmen masyarakat kurang mampu.

MBG memenuhi kebutuhan kekurangan nutrisi ini. Kebutuhan bagi generasi pelanjut masa depan bangsa di seluruh pelosok negeri.

Target program ini tidak sedikit. Puluhan juta. Anak-anak pra SD (anak usia dini) 30 juta anak. SD 24 juta murid, SMP 9,8 juta murid, SMA & SMK 10,2 juta murid, santri di Pesantren 4,3 juta santri, Ibu Hamil 4,4 juta ibu hamil. Sasarannya cukup luas.

Kedua, perubahan orientasi makan “asal enak, lezat dan kenyang”. Berubah orientasinya menjadi ketercukupan gizi.

Pasca era tahun 1990-an, adalah era tumbuh maraknya industri makan dan minuman. Masyarakat dikepung oleh beragam produk-makanan yang lezat dan menarik.

Belakangan baru disadari makanan-makanan industri itu kebanyakan tidak sehat. Produk-produk makanan itu banyak bercampur dengan bahan penyedap dan pengawet.

BACA JUGA :  Demokrat Resmi Bergabung di Koalisi Indonesia Maju

MBG merevolusi asupan nutrisi itu. Perut siswa tidak digelontor lagi oleh produk-produk makanan kurang sehat. Walaupun enak, lezat dan mahal. Melainkan diganti makanan mengandung nutrisi sehat dan gizi memadai. Walau lidah sudah terlanjur disandera oleh makanan industri.

Ketiga, mengubah budaya kuliner. Publik mulai paham adagium: “penyakit datang dari dapur”. Terutama setelah didera merosotnya kebugaran tubuh pada usia mulai lanjut.

Ialah kesadaran bahwa kebugaran atau kesehatan orang itu ditentukan dari apa yang dimakan dan masuk ke perut. Termasuk bagaimana makanan itu diolah dan disajikan untuk dikonsumsi.

MBG membiasakan makanan sehat dan bergizi. Menggeser makanan-makanan fabrikan enak di lidah akan tetapi banyak pengawet dan penyedap.

Lidah generasi pelajar akan terbiasa dan kemudian menyukai agi makanan-makanan sehat dan bergizi. Industri kuliner juga akan terbiasa untuk menyesuikan kesadaran baru itu. Dengan sendirinya akan mengubah budaya kuliner masyarakat menjadi lebih sehat.

MBG diorganisasikan secara massif. Dipimpin secara langsung oleh presiden, sebagai implementasi janji kampanye. Melibatkan banyak sekali elemen.

Implikasinya akan memicu perubahan besar dalam skala luas. Khususnya dalam tiga hal tadi. Perubahan
dalam ketercukupan nutrisi, perubahan orientasi kualitas gizi dan perubahan budaya kuliner sehat.

BACA JUGA :  Tak Dapat Izin Mendarat, Prabowo Batal ke Medan

Di luar ketiga perubahan besar itu, juga berdampak pada perubahan kualitas generasi. Bukan saja generasi sehat. Melainkan generasi cerdas oleh ketercukupan nutrisi.

Pro kontra tentu akan selalu muncul. Juga disorganisasi. Dalam hal ini adalah refocusing beragam sumber dana. Untuk fokus dialokasikan pada MBG.

Tingkat keberhasilannya masih akan kita lihat bersama. Termasuk adanya asumsi lebih baik dialokasikan sebagai pembebasan biaya pendidikan. Tentu bisa disodorkan antitesa: bagaimana lahir generasi cerdas, dengan hanya pembebasan biaya pendidikan. Sementara SDM pelajar tidak cukup bagus oleh kekurangan gizi.

Idealnya keduanya berjalan beriringan: akses pendidikan mudah, gizi pelajar terpenuhi.

Program ini berdimensi jangka panjang. Akan bisa dipetik dan diketahui hasilnya pada masa-masa mendatang. Mungkin ketika keberhasilan MBG bisa dirasakan dan diakui, Presiden Prabowo akan dinobatkan sebagai “Bapak Revolusi Gizi Indonesia”.

Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 16-01-2025