Scroll untuk baca artikel
BudayaRagam

Nyahi on the Bus, IKABOGA Bikin Teh Betawi Berpelesir Keliling Kota Jakarta

×

Nyahi on the Bus, IKABOGA Bikin Teh Betawi Berpelesir Keliling Kota Jakarta

Sebarkan artikel ini
Suasana Nyahi on the Bus keliling Kota Jakarta, IKABOGA mereka menghadirkan kembali budaya minum teh khas Betawi yang nyaris punah: “Nyahi.” Sabtu 5 Juli 2025 - foto doc

JAKARTA – Dalam rangka menyambut HUT ke-498 DKI Jakarta, Ikatan Ahli Boga Indonesia (IKABOGA) DPD DKI Jakarta tak cuma meniup lilin atau potong tumpeng. Mereka punya cara lebih beraroma, menghidupkan kembali budaya minum teh khas Betawi, Nyahi, lewat konsep yang anti mainstream pakai bus wisata kuliner.

Ikatan Ahli Boga Indonesia (IKABOGA) DPD DKI Jakarta tak tinggal diam Dalam rangka HUT ke-498 Jakarta, mereka menghadirkan kembali budaya minum teh khas Betawi yang nyaris punah yakni “Nyahi.”

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Tapi ini bukan nyahi sembarangan. Bukan di teras rumah atau warung pojok gang, tapi di atas bus wisata kuliner.

IKABOGA kembali menghadirkan budaya Nyahi yang nyaris punah, minum teh sambil ngabuburit keliling Jakarta dari kota tua sampai pusat macet, dari jejak kolonial sampai sisa-sisa harapan ruang terbuka hijau.

BACA JUGA :  Daerah di Jabar Diminta Perketat Pengawasan di Lokasi Destinasi Wisata

“Nyahi itu budaya minum teh orang Betawi. Dulu ada di tiap rumah. Sekarang? Anak-anak muda malah tahunya bubble tea,”papar Indah Erniawati, Wakil Ketua DPD IKABOGA DKI Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

Indah Erniawati Wakil Ketua IKABOGA

Dengan nada getir namun beraroma rempah ia menyebutkan bahwa Nyahi adalah praktik budaya minum teh yang biasa dilakukan pagi atau sore, biasanya ditemani aneka kue tradisional seperti kue cucur, kembang goyang, dan yang ini agak jarang diketahui kue Eftapas.

Kue dengan nama mirip startup gagal ini ternyata bukan main-main. Ia adalah bukti hidup dari akulturasi budaya Cina, Portugis, dan lokal Betawi.

Dibuat dari bahan sederhana tepung beras, kelapa, ebi, dan rempah khas Nusantara hasil kolonialisme yang membekas dalam bentuk makanan.

BACA JUGA :  Ribuan Lampion Terangi Langit Borobudur Puncak Perayaan Waisak 2025

“Dari satu gigitan kue, kita bisa rasakan sejarah. Sayangnya, yang viral justru makanan Korea yang bahkan kita nggak bisa eja bahan bakunya,” tambah Indah, separuh miris, separuh gurih.

Di balik manisnya teh dan kudapan, ada misi serius merawat warisan budaya tak benda (WBTB) sambil mendorong UMKM kuliner untuk naik kelas dan go digital.

IKABOGA sadar, mempertahankan tradisi tak bisa hanya dengan nostalgia. Harus dengan strategi. Harus bisa streaming, posting, dan bikin orang Korea nanya: “Apa itu nyahi?”

Tema besar IKABOGA kali, ini “Merawat Tradisi, Mendorong UMKM Melangkah Global.” Bukan cuma buat seremonial, tapi upaya nyata agar kue nenek bisa masuk etalase e-commerce. Kalau bisa, nyahi someday jadi franchise global, saingan Afternoon Tea ala Inggris.

Konsep nyahi keliling kota di atas bus bukan cuma gimmick. Ini cara kreatif agar budaya tak hanya jadi arsip museum.

BACA JUGA :  Lomba Kereta Peti Sabun, Jadi Event Tahunan Dongkrak Pariwisata di Jabar

Sambil menikmati teh, peserta menyusuri jejak-jejak Jakarta lama dari Pecinan ke Kota Tua, dari Kampung Arab ke kawasan Melayu, merasakan bahwa Jakarta bukan cuma ibu kota, tapi ibu dari banyak budaya.

“Jangan sampai nanti kita cuma bisa cerita ke anak cucu ‘Dulu ada yang namanya kue rangi, sayang sudah punah.’ Lebih sedih dari kisah cinta yang gagal naik pelaminan,” pungkas Indah.

Jika selama ini orang menyangka Jakarta cuma punya macet dan mall, mungkin mereka perlu naik bus nyahi.

Siapa tahu setelah satu putaran, mereka sadar: budaya itu tidak selalu berat dan formal. Kadang, ia hadir dalam secangkir teh dan sepotong kue, asalkan tidak diseruput sambil scrolling TikTok.***