Tentu saja hal tersebut merampas hak konstitusional masyarakat Indonesia, karena dengan adanya pasal-pasal tersebut, seluruh masyarakat Indonesia tidak bisa memilih pemimpin kepala daerah secara langsung pada 2022 dan 2023.
“Sidang perdana digelar secara online. selaku pemohon kami diberi kesempatan kembali sidang dengan memperbaiki kembali dokumen atau permohonan kami selambatnya 14 hari sejak hari ini,”jelas Sulityowatu.
Dalam sidang perdana itu juga majelis hakim meminta agar memperbaiki beberapa koreksi dan tambahan untuk penyempurnaan dari permohonan. Tentunya hal tersebut diterima dengan baik akan dilengkapi, perbaiki dengan sebaiknya.
contohnya majelis hakim meminta tentang identitas para pemohon untuk lebih ditambahkan tak hanya KTP, tetapi jika pemohon disebutkan statusnya mahasiswa maka harus dilengkapi mahasiswa dari perguruan tinggi mana. secara umum prinsip majelis hakim memahami yang diinginkan dalam konteks apa. Namun harus ada yang lebih disempurnakan ada beberapa hal serius terkait dengan hak dari pemohon artinya majelis hakim menyorot tentang legal standing,.
“Ini menarik dipertanyakan sejauh mana tingkat kerugian dari pemohon, karena ada beberapa argumentasi dari majelis hakim terkait kerugian atau legal standing,”ujarnya.