Scroll untuk baca artikel
Opini

Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Membentuk Karakter Anak dari Rumah

×

Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Membentuk Karakter Anak dari Rumah

Sebarkan artikel ini
Syamsuddin HS,M.Ag DPRD PPP Kota Bekasi No 2 Dapil4 (Pondok Melati, Jatiasih, Jatisampurna)
Syamsuddin HS,M.Ag DPRD PPP Kota Bekasi No 2 Dapil4 (Pondok Melati, Jatiasih, Jatisampurna)

Oleh: Syamsuddin, HS,M.Ag
(Pimpinan Yayasan Pendidikan Al Falah Pondok Melati/Ponpes ATTAHRIR)

Mereka adalah anak anak kita, cucu kita

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

WAWAINEWS.ID – Jebakan narkoba, miras, pergaulan bebas, pornografi, perjudian online belum lagi kriminalitas, kejahatan, tawuran dan lain lain juga yang tak kalah menyedihkannya adalah anak anak kita semakin jauh dari agama, makin tak kenal dengan agamanya sendiri, tak menjalankan ibadah, tak kenal Al Qur’an dan nabinya.

Jika kita perhatikan kehidupan sosial saat ini terutama anak anak generasi muda baik secara langsung maupun di medsos, serasa miris dan amat memprihatinkan.

Hal itu membuat miris sekaligus sedih bagi kita sebagai orang tua maupun guru/pendidik karena bagaimanapun mereka adalah anak anak kita, anak anak yang kita harapkan menjadi anak kebanggaan kita, anak tumpuan masa depan.

Sebagai orang tua, guru dan pendidik, kadang kita sampai taraf bingung dan tak tahu harus berbuat apa, bingung harus bagaimana mendidik dan mengarahkan anak anak kita sendiri di zaman.

BACA JUGA : Syamsudin HS Usung Tagline Pemberdayaan Keluarga Berkualitas, SDM Unggul dan Sarjana Kompetitif

BACA JUGA :  Polemik SK Baru Kepengurusan Partai Gerindra, KPU Kota Bekasi Diingatkan Berpegang pada SIPOL

Mengapa anak kita sendiri yang sejak kecil kita doakan dengan berbagai cara entah itu lewat
Ibadah selesai shalat lima waktu, ketika tahajjud, juga lewat berbagai ritual dan tradisi agama mulai dari baru mau menikah, selamatan 4 atau7 bulan, upacara gunting rambut, sunatan dll tradisi agama untuk mendoakan telah kita lakukan agar anak anak kita menjadi anak baik, salih salihah.

Anak anak kita yang selama ini kita nilai adalah anak anak baik, sopan dan berprilaku santun tapi mengapa saat ini seolah menjelma menjadi monster monster kecil yang ganas, sulit diatur, bandel dan kerap melawan jika dinasihati serta terjebak dalam arus pergaulan modern saat ini.

Mereka seolah hampir tampak bukan seperti anak kita, bukan anak anak kita yang selama ini kita kenal, mereka telah menjadi anak anak asing, liar dan hampir tak kita kenali.

Salah siapa? Megapa anak anak kita menjadi seperti ini?
Tantangan.

BACA JUGA : UN Dihapus, Mendikbud: Pendidikan Berbasis Kompetensi dan Karakter

1. Keluarga adalah sekolah utama (Pentingnya tanggung jawab orang tua
dalam pendidikan keluarga)

Sejatinya Pendidikan adalah tanggung jawab setiap orang tua, bukan orang lain atau lembaga pendidikan.

BACA JUGA :  Pelantikan Pejabat Eselon II Kota Bekasi, Gani Muhamad Tegaskan Rotasi Mutasi Hal Biasa

Lembaga pendidikan (sekolah, Pesantren, Kampus dll) hanyalah pelengkap untukmmemaksimalkan potensi tumbuh kembang kecerdasan serta kreatifitas anak, sekolah akan sangat berat
bebannya jika tak diimbangi dengan kesadaran orang tua untuk mendidik anak anaknya sendiri dari rumah dan pendidikan yang paling utama dari rumah/keluarga adalah:

Menumbuhkan semangat kemauan yang tinggi pada anak, mengajarkan sikap kemandirian, kejujuran, tanggung jawab serta nilai nilai kesantunan akhlak serta ketaatan agama.

Ini tugas utama orangtua di rumah, dalam hal ini orang tua harus menjadi contoh dan panutan yang baik bagi anak anaknya mulai dari cara berbicara sopan tidak kasar, prilaku santun dan sabar tidak emosional termasuk menjadi contoh dalam ketaatan menjalankan agama, apapun agamanya.

BACA JUGA : Kurnain : Catatan Kritis Dunia Pendidikan Masa Pandemi Covid 19

Jika setiap anak telah dibekali ini dari rumah, orang tua dan keluarga masing masing Alan meringankan tugas para guru, akan semakin mudah memaksimalkan potensi anak didik, tapi jika tidak maka inilah yang saat ini terjadi, anak didik sulit diarahkan, bandel, terjebak pergaulan negatif, narkoba, tawura, pornografi,kebebasna pergaulan seksual dan lain lain yang ujung ujungnya ketika anak kita bermasaalah kita sendiri sebagaiorang tua yang repot, harus berurusan dengan polisi atau harus menebus puluhan juta agar bisa keluar dari tahanan polisi.

BACA JUGA :  Pilkada 2024: Final Battle Pembajak Reformasi?

BACA JUGA : Anies, ‘Oemar Bakri’ dan Pendidikan untuk Orang Miskin

Pada titik ini selain berkewajiban mendidik anaknya dengan berbagai sikap positif yang tak kalah pentingnya juga adalah “kontrolling”, orang tua/keluarga senantiasa mengawasi dan memantau pergaulan anak-anaknya sebab umumnya anak anak bermasalah adalah anak anak yang kurang kontrol dan pengawasan dari orang tuanya sendiri.

2. Kompetisi akses pendidikan, ekonomi dan tenaga kerja salah satu hal yang kurang disadari oleh sebagian orang adalah ancaman bonus Demografi Indonesia 2045. Bonus demografi adalah:

“Tingginya rasio usia produktif (15-65 thn) berbanding penduduk usia non produktif (anak-anak dan orang tua) Pada tahun 2045, Indonesia akan terjadi bonus demografi yaitu jumlah
penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan diatas 65 tahun) pada periode tahun 2020-2045.