Dokumen keluarga, kisah lisan, penelitian sejarah, maupun test DNA.
Penentuan nasab Juga harus mengikuti sejumlah kaidah.
Al-Walad li al-Firash: anak yang lahir dari seorang perempuan bersuami secara sah. Al-Bina’ ‘ala al-Yaqin la Yuzalu bi al-Syakk kepastian hubungan nasab tidak bisa dibatalkan oleh keraguan. Al-Nasab la Yatsbut illa bi al-Zina aw al-Istilhaq: zina nasabnya ditetapkan kepada ibunya, pengakuan seorang laki-laki maka dinasabkan kepadanya.
Al-Istibra : masa menunggu bagi istri untuk menikah lagi jika suaminya meninggal atau cerai. Untuk memastikan perempuan tidak sedang hamil.
Begitulah kata berbagai literatur.
Sedangkan pembuktian adalah proses penegasan kebenaran suatu fakta atau peristiwa dengan menggunakan bukti-bukti yang sah dan relevan.
Berdasarkan konsepsi itu, kebenaran nasab merupakan wilayah pembuktian, dengan batasan-batasan kaidah di atas.
Faktanya terdapat kekosongan bukti pendukung kesejarahan. Kitab nasab abad 6 menyatakan Imam Muhajir tidak menyebut adanya anak bernama Ubaidilah. Baru abad 10 Baalawi mengklaim klannya tersabung nasab kepada Rasulullah Muhammad Saw melalui Ubaidillah sebagai anak Imam Muhajir.
Test DNA juga mengkonfirmasi klan Baalwi tidak bertemu nasab dengan nabi Ismail AS. Apalagi dengan Nabi Muhammad Saw.
Pada masyarakat terdidik, klaim ketersambungan nasab tanpa bukti meyakinkan, akan tertolak. Pemaksaan doktrin akan ditempatkan sebagai anti ilmu pengetahuan. Akan menjadi musuh bersama.
Kebenaran nasab merupakan soal pembuktian. Tanpa mampu dibuktikan, berarti merupakan bentuk ketidakbenaran.
Muslim pada saat ini berada pada zaman modern. Temuan DNA pada abad 19 semakin disempurnakan pada abad 20. Menjadi teknologi akurat untuk pembuktikan adanya ketersambungan nasab atau tidak. Satu kaidah keilmuan yang tidak dimiliki pada abad-abad sebelumnya.
Wajar jika para ulama terdahulu tidak memiliki kekayaan instrumen verifikasi dibanding saat ini. Generasi masa lalu hanya mengandalkan kaidah-kaidah konsepsional. Bukan instrumen pembuktikan faktual.
Anti ilmu pengetahuan akan berbahaya. Akan memicu penolakan dan penolakan ummat Islam terdidik. Sebagaimana kaum renaissance Eropa menolak doktrin gereja pada abad pertengahan.
Tokoh atau elemen ummat yang berseberangan dengan esensi ajaran Al Qurán, Hadits, dan kaidah ilmu pengetahuan, akan ditinggalkan. Akan menuai perlawanan tanpa henti.
Polemik nasab harusnya berhenti melalui adu bukti.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 10-07-2024