TABANAN — Di balik tren thrifting yang kerap dibungkus narasi ramah lingkungan dan gaya hidup hemat, aparat penegak hukum justru menemukan wajah lain yang jauh lebih kelam. Sebuah kerajaan bisnis impor pakaian bekas ilegal berskala raksasa berhasil dibongkar oleh Satuan Tugas Penegakan Hukum Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.
Sebuah gudang di kawasan Tabanan, Bali, yang tampak biasa dari luar, ternyata menjadi episentrum perputaran uang haram dengan nilai fantastis mencapai Rp669 miliar. Bisnis gelap ini bukan kerja musiman, melainkan jaringan terstruktur yang telah beroperasi secara masif sejak 2021.
Dua aktor utama, masing-masing berinisial ZT dan SB, kini resmi menyandang status tersangka. Keduanya diduga menjadi motor penggerak sindikat impor ilegal pakaian bekas yang bukan hanya menghantam industri tekstil nasional, tetapi juga mengancam kesehatan publik.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ade Safri Simanjuntak, dalam konferensi pers di Denpasar, Senin (1/12/2025), membeberkan skala operasi yang nyaris menyerupai perusahaan multinasional minus izin, minus kepatuhan hukum.
Dari penggerebekan tersebut, penyidik menyita 846 bal pakaian bekas siap edar serta berbagai aset bernilai puluhan miliar rupiah. Aset-aset itu diduga kuat merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sengaja dirancang untuk menyamarkan asal-usul keuntungan haram.
Investigasi mengungkap, sejak 2021 para tersangka secara rutin memesan pakaian bekas dari luar negeri melalui dua warga negara Korea Selatan berinisial KDS dan KIM. Barang-barang bekas pakai tersebut kemudian diselundupkan ke Indonesia untuk dijual kepada pedagang di Bali, Jawa Barat, hingga Surabaya wilayah yang dikenal sebagai “surga” pasar pakaian bekas.
Aliran dana pun diatur dengan cermat. Pembayaran dilakukan melalui berbagai rekening bank, baik atas nama pribadi, pinjam nama pihak lain, hingga menggunakan jasa remitansi internasional. Pola ini dirancang bukan untuk efisiensi bisnis, melainkan untuk mengaburkan jejak transaksi dari pantauan aparat.
Keuntungan besar dari bisnis ilegal ini tidak disimpan di bawah kasur. Uang tersebut diputar kembali menjadi aset nyata tanah, bangunan, hingga puluhan kendaraan bahkan dikembangkan menjadi usaha transportasi yang diduga kuat hanya berfungsi sebagai kedok legal.
“Modus operandi yang dilakukan tersangka ZT dan SB adalah memesan pakaian bekas dari Korea Selatan melalui perantara WNA, dengan pembayaran melalui beberapa rekening, baik atas nama tersangka maupun orang lain, termasuk menggunakan jasa remitansi,” ujar Ade, sebagaimana dilansir Antara.
Untuk urusan distribusi, sindikat ini memilih jalur sunyi. Pakaian bekas dikirim melalui jalur laut via Malaysia, lalu masuk ke Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan tidak resmi jalur tikus yang sengaja dipilih agar lolos dari pengawasan negara.
Dalam operasi tersebut, Satgas Gakkum menyita 689 bal pakaian impor ilegal yang belum sempat beredar di pasaran. Selain itu, aset milik tersangka ZT turut disita, meliputi tujuh unit bus, dana di rekening bank sebesar Rp2,5 miliar, satu unit Mitsubishi Pajero, satu unit Toyota Raize, serta sejumlah dokumen penting.
Total nilai aset yang disita dari ZT dan SB dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp22 miliar.
Namun, ancaman terbesar dari praktik ini bukan hanya kerugian ekonomi. Bareskrim Polri juga menemukan potensi bahaya kesehatan serius. Hasil uji laboratorium terhadap sampel pakaian bekas menunjukkan adanya kandungan bakteri Bacillus sp, yang dapat menimbulkan risiko penyakit bagi masyarakat.
“Risiko kesehatan ini berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di Bali. Dari sampel pakaian bekas yang diperiksa, ditemukan bakteri Bacillus sp,” tegas Ade.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan keras bahwa di balik harga murah dan label secondhand, bisa tersembunyi kejahatan terorganisir yang merugikan negara, menghancurkan industri lokal, dan mempertaruhkan kesehatan publik. Tren boleh bergaya, tetapi hukum dan keselamatan masyarakat tidak bisa ditawar.***











