Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Tanggal 20 Oktober 2024 Presiden Prabowo dilantik. Pidato pelantikannya gegap gempita. Salah satunya janji melawan dan memukul kuat-kuat praktik korupsi. “Ikan busuk dari kepala”, kata presiden akan dipastikan tidak terjadi.
Spirit itu diragukan. Para menterinya dinilai sejumlah pihak memiliki track record raport merah. “Masih bagian old era”. “Berlumuran dugaan kasus korupsi”. Begitu keraguan publik kala itu. Apalagi presiden membuat statemen: “hei koruptor, kembalikan uangnya, nanti dimaafkan”.
Tujuh bulan telah berlalu. Bagaimana realitasnya?
Oktober 2024 diungkap 3 kasus korupsi. Tanggal 21/10/2024 mencuat kasus jembatan timbang Pontianak. Kerugian ditaksir 1,4 M. Berikutnya mencuat kasus suap Ronald Tanur.
Pada 23/10/2024. Tiga hakim PN Surabaya terjaring OTT. Tanggal 29/10/2024 mencuat kasus korupsi impor gula. Mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menjadi tersangka. Kerugian ditaksir Rp. 400 M.
November 2024 mencuat kasus mantan Dirum Pertamina, Luhur Budi Djatmiko ditetapkan tersangka. Taksiran kerugian sebesar Rp. 348 M.
Tanggal 19 Desember 2024 diungkap kasus judi online. Sejumlah staf Komdigi terlibat.
Kasus suap Pejabat Direktorat Jenderal Pajak mencuat tanggal 10/2/2025. Tanggal 15/2/2025 mencuat kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Kerugian ditaksir Rp. 11,7 T. Pada tanggal 24/02/25 ditetapkan pula tersangka kasus korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang. Kerugian ditaksir sebesar Rp. 193,7 T.
Tanggal 8/3/2025 ditetapkan tersangka Kasus Korupsi Rumah Jabatan oleh Sekjen DPR RI. Kerugian senilai Rp. 121,4.Sementara itu pada 17/05/2025 kasus korupsi PGN mencuat. Ditetapkan dua tersangka.
Selain kasus-kasus di atas, juga diungkap kasus-kasus besar lainnya. Februari 2025 Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP ditangkap KPK. Desember 2024 OJK digeledah KPK atas dugaan penyalahgunaan dana CSR. Mencuat pula kasus korupsi Dana Iklan Bank BJB (Maret 2025).
Pada bulan yang sama, kasus kredit fiktif bank Jatim juga terungkap. Termasuk kasus korusi pengelolaan sampah di Tangerang Selatan. Terungkap bulan Maret 2025.
Korupsi dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) di Situbondo, pembangunan fly over di Riau, Korupsi Taspen fiktif. Kasus Taspen nilainya mencapai 1 T.
Kasus korupsi jalur KA Besitang-Langsa, penjualan emas dan logam mulia yang melibatkan Antam, Pencucian uang di PT Duta Palma, kasus pengelolaan komoditas emas senilai Rp. 3,3 T.
Korupsi pada proyek Bendungan Marga Tiga di Lampung juga diungkap. Tidak mustahil banyak data lain belum terungkap dalam pemberantasan korupsi. Terakhir kita disajikan data, Kejaksaan dijaga aparat TNI.
Data-data itu menyingkirkan kesangsian terhadap keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Deretan pengungkapan kasus itu sulit membantah bahwa pemerintah telah bekerja dengan serius dalam pemberantasan korupsi. Setidaknya ada tiga kasus besar terungkap dalam setiap bulannya.
Jika kita cermati, epicentrum pemberantasannya terletak pada tiga cluster. Pertama, cluster mafia hukum. Pemberantasan korupsi yang melibatkan aparat hukum atau policy maker /aparat pemerintah. Kedua, cluster pengelola aset strategis.
Seperti BUMN dan pengedali pengelolaan aset-aset strategis lainnya seperti asuransi. Ketiga, cluster pengelolaan proyek pemerintah. Seperti korupsi pada pembangunan infrastruktur.
Permasalahannya pendekatan pemberantasannya masih kuratif. Melakukan penindakan pada kejadian kasus korupsi. Tentu tujuannya untuk memunculkan efek jera. Selain strategi kuratif, kiranya perlu tindakan preventif. Agar korupsi bisa dicegah sejak sebelum terjadinya peristiwa.
Prestasi pemberantasan korupsi itu tetap saja masih menyisakan pertanyaan. Apakah strategi pemberantasan korupsi pada awal pemerintahan Presiden Prabowo ini hanya gebrakan sementara. Untuk kemudian meredup pada masa-masa berikutnya.
Apakah tindakan tegas dalam pemberantasan korupsi ini bisa membuat efek jera sehingga praktek korupsi benar-benar bisa ditekan di Indonesia. Bagaimana konstruksi strategi preventif secara sistemik dalam pemberantasan korupsi pada masa-masa mendatang. Bagaimana pembagian kewenangan KPK-Kejaksaan.
Adanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak semestinya menutup perlunya apresiasi segenap masyarakat atas kinerja pemerintah. Sejauh ini telah berupaya keras dalam melakukan pemberantasan korupsi. Kontinuitas dan efektivitasnya merupakan pekerjaan rumah kita bersama untuk terus mengontrolnya.
Janji Presiden Prabowo untuk tidak bersahabat dengan korupsi telah dibuktikan. Rata-rata tiga kasus besar setiap bulan itu prestasi yang tidak sederhana. Kelanjutannya perlu dukungan dan dorongan semua pihak memastikan pemberantasan korupsi tidak pernah surut.
• ARS – Kemang Jakarta (rohmanfth@gmail.com)