Scroll untuk baca artikel
Head LineLampung

Wabup dan Camat Pilih Bungkam Soal Pabrik Sabut Kelapa di Lahan Register 38 Lampung Timur

×

Wabup dan Camat Pilih Bungkam Soal Pabrik Sabut Kelapa di Lahan Register 38 Lampung Timur

Sebarkan artikel ini
foto lokasi pabrik pengolahan sabut kelapa di register 38 - foto kolase Jali

LAMPUNG TIMUR — Keberadaan lapak atau pabrik sabut kelapa milik warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan yang berdiri di atas lahan Register 38 Gunung Balak, Desa Bandaragung, Kecamatan Sribhawono, menuai sorotan.

Ironisnya, dua pejabat penting daerah, yakni Wakil Bupati Lampung Timur Azwar Hadi dan Camat Sribhawono Sugiono, memilih bungkam saat dimintai keterangan terkait polemik Pabrik Sabut Kelapa di Lahan Register 38 tersebut.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Bangunan pabrik tersebut diketahui berdiri permanen di sekitar kawasan Simpang Wakidi. Namun, menurut pengakuan aparatur desa setempat, pabrik tersebut tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), menimbulkan pertanyaan besar soal pengawasan pemerintah daerah dan kepatuhan hukum oleh investor asing.

BACA JUGA :  Tebang Pohon Bayur di Lahan Register, Sembilan Warga Desa Wana Ditangkap Polisi

Saat dikonfirmasi Wawai News, Camat Sugiono menyatakan belum mendapatkan laporan dari Kepala Desa Bandaragung terkait keberadaan pabrik tersebut.

“Sampai sekarang saya belum ada laporan mengenai pabrik sabut kelapa di Desa Bandaragung,” ujar Sugiono saat menghadiri peringatan HUT Desa Sripendowo, Minggu 8 Juni 2025.

Sugiono pun enggan memberikan tanggapan lebih lanjut. Ia beralasan minimnya informasi yang ia terima menjadi alasan untuk tidak berbicara banyak.

Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Wakil Bupati Lampung Timur, Azwar Hadi. Politisi Partai Golkar ini berdalih belum mengetahui secara pasti persoalan tersebut.

“Saya belum mengetahui secara pasti, jadi saya tidak bisa memberi tanggapan. Khawatir nanti salah,” ujarnya singkat.

BACA JUGA :  Usut Mafia Tanah, Ribuan Petani Hari Ini Geruduk Pemda Lampung Timur

Sementara itu, masyarakat dan pemerhati lingkungan mempertanyakan sikap diam para pejabat atas aktivitas yang diduga melanggar aturan tersebut.

Lahan Register 38 Gunung Balak selama ini merupakan kawasan hutan lindung yang semestinya tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersial tanpa izin resmi dan prosedur yang ketat.

Kini, sorotan tertuju pada pihak-pihak berwenang, khususnya Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, serta aparat penegak hukum, untuk menindaklanjuti persoalan ini secara transparan dan tegas.***