KOTA BEKASI — Panasnya siang Kota Bekasi tak menyurutkan semangat ratusan buruh yang berorasi lantang di depan Gedung Plaza Pemerintah Kota, Kamis (30/10/2025). Spanduk, peluit, dan megafon berpadu dengan suara tuntutan: “Naikkan UMK 2026, 15 persen harga mati!”
Aliansi Buruh Bekasi Melawan (BBM) sebuah nama yang menggema seolah bensin perjuangan datang dari berbagai serikat pekerja: FSPMI, SGBN, FPBI, SPB, hingga SPSI. Satu suara mereka: mendesak Pemerintah Kota Bekasi memperjuangkan kenaikan upah minimum yang dianggap masih jauh dari kata layak.
Namun di tengah riuh itu, Wali Kota Bekasi Tri Adhianto tak memilih diam di balik meja pendingin ruangan. Ia turun langsung, bersama jajaran Forkopimda dan Kapolres Metro Bekasi Kota, menembus kerumunan massa.
“Pemerintah Kota Bekasi sangat menghargai aspirasi buruh. Tapi keputusan UMK tidak bisa ujug-ujug. Ada mekanisme, ada hitungan ekonomi inflasi, pertumbuhan, dan kemampuan usaha,” ujar Tri di tengah dialog terbuka yang berlangsung cukup hangat namun tetap kondusif.
Nada Tri tenang, tapi pesannya tegas. Ia mengingatkan bahwa kesejahteraan buruh memang penting, tapi kebijakan yang terlalu memaksa bisa berbalik arah: membuat pengusaha hengkang, lapangan kerja berkurang, dan roda ekonomi tersendat.
“Kami tidak menutup mata. Tapi kebijakan harus realistis, bukan populis. Pemerintah berdiri di tengah: menjaga keadilan untuk buruh sekaligus keberlanjutan bagi dunia usaha,” tambahnya.
Usai orasi, perwakilan buruh diterima untuk audiensi bersama Tri dan Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja di Gedung Plaza Pemkot. Di ruang berpendingin itu, suhu emosi mulai turun, berganti dengan dialog substantif.
Tuntutan mereka jelas, kenaikan UMK 10–15 persen dan pencabutan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang dianggap membatasi hak-hak pekerja.
Tri menjanjikan aspirasi itu akan dibawa ke meja Dewan Pengupahan Kota Bekasi, di mana pemerintah, pengusaha, dan buruh duduk satu meja setidaknya secara simbolik untuk menimbang bersama arah upah 2026.
Menariknya, aksi ini bukan sekadar milik Bekasi. Ia adalah gema nasional dari kawasan industri hingga kota satelit menjelang pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang rencananya dirilis November mendatang.
“Bekasi harus tetap kondusif. Mari perjuangkan hak, tapi dengan kepala dingin dan hati besar. Kota ini milik kita bersama pekerja, pengusaha, dan pemerintah.”pesan Mas Tri kepada pendemo.
Hari itu, buruh pulang dengan janji di pundak, dan Pemkot membawa pekerjaan rumah yang berat: menyeimbangkan kesejahteraan dan keberlanjutan.
Di Bekasi, urusan upah bukan sekadar angka di kertas, tapi soal harga diri dan harapan ribuan keluarga yang setiap pagi menembus kemacetan untuk tetap hidup.***















