Scroll untuk baca artikel
Lintas Daerah

Warga Duku di Palembang Tuntut Lurah Dicopot: “Kami Butuh Pemimpin, Bukan ‘Juragan Tanah'”

×

Warga Duku di Palembang Tuntut Lurah Dicopot: “Kami Butuh Pemimpin, Bukan ‘Juragan Tanah'”

Sebarkan artikel ini
Lurah Laili Fitriyati dituntut mundur oleh warga pada Kamis (12/06/2025).

PALEMBANG — Suasana di Kelurahan Duku, Kecamatan Ilir Timur 3, bukan lagi sekadar panas karena cuaca. Kali ini, yang membara adalah amarah warga.

Pasalnya aksi pembongkaran sejumlah bangunan milik warga yang dilakukan tanpa angin, tanpa hujan, tanpa surat cinta pemberitahuan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Pagi-pagi kami kira mimpi buruk, ternyata benar-benar bangunan dibongkar! Lurah pikir ini program ‘bedah rumah’ dadakan?” celetuk Bu Nur sumber ditulis nama saja, seorang warga sambil memandangi puing-puing bekas kiosnya.

Sumber masalah, Lurah Laili Fitriati, yang menurut warga, lebih mirip “ratu tanpa rakyat” daripada pemimpin pelayanan masyarakat. Mereka menyebut kepemimpinan sang lurah ibarat wifi lemot kadang ada, tapi gak nyambung.

BACA JUGA :  Kepengurusan Asosiasi Kepala Dinas Perikanan se-Indonesia

“Bayangkan, gak ada surat, gak ada pengumuman, gak ada ngobrol-ngobrol sebentar kek. Tiba-tiba bangunan kami jadi korban. Kami ini rakyat, bukan batu bata yang bisa disingkirkan begitu saja!” ujar Pak J, warga yang geram tapi masih sempat pakai analogi.

Tuntutan Warga: Ganti Pemimpin, Bukan Genteng!

Kemarahan yang awalnya cuma bisik-bisik tetangga kini sudah menjadi teriakan bersama. Mereka menuntut Pemerintah Kota Palembang untuk:

  1. Evaluasi kilat terhadap kinerja Lurah Laili.
  2. Copot lurah, bukan atap rumah!
  3. Libatkan warga dalam pembangunan karena kampung bukan milik pribadi!
  4. Hentikan kebijakan sepihak. Ini kelurahan, bukan kerajaan.

“Lurah ini seperti main Monopoli, suka-suka bongkar-bongkar tanpa izin. Tapi yang jadi korban bukan pion, melainkan hidup kami,” kata tokoh masyarakat lokal, sembari menunjuk lahan yang kini kosong.

BACA JUGA :  Jalintim Mesuji Sudah Bisa Dilintasi Kendaraan Roda Empat

Di tengah hiruk-pikuk, satu pesan warga tetap jelas: mereka bukan anti-pembangunan, tapi anti ketidakadilan dan bisu demokrasi. Menurut mereka, pembangunan harus membawa harapan, bukan kehancuran mendadak.

“Kami ini rakyat, bukan hantu. Ajak ngomong dulu kek sebelum bongkar. Masa kami tahu pembangunan dari suara palu?” tambah Mbak R warga lainnya dengan suara lantang.

Kini, semua mata tertuju pada Pemkot Palembang. Apakah mereka akan bertindak cepat, atau justru ikut “bisu” seperti papan pengumuman kosong di kantor kelurahan?

Warga hanya ingin satu hal: hidup damai dan adil. Kalau lurah tidak bisa memberikan itu, mungkin sudah waktunya mencari yang bisa.

“Kami tidak minta surga dunia. Kami cuma ingin pemimpin yang bisa bedain ‘pelayanan’ dan ‘penggusuran,’” tutup Pak J, sambil menyeruput kopi pahit yang katanya masih lebih manis daripada kenyataan di Kelurahan Duku. (Sumber Indepthnews)***