LINGGA – Ketua DPRD Kabupaten Lingga, Maya Sari, menyebut kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Republik Indonesia, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, ke Daik Lingga bukan sekadar agenda birokrasi, melainkan “ziarah sejarah yang menghidupkan kembali jati diri Melayu.”
“Kehadiran Pak Yusril ini bukan sekadar kunjungan pejabat, tapi perjalanan pulang ke akar budaya. Ia datang bukan membawa protokol, tapi membawa ingatan tentang kejayaan dan marwah Melayu,” ujar Maya Sari di sela penyambutan di Pelabuhan Tanjung Buton, Daik Lingga, Senin (27/10/2025).
Rombongan Yusril tiba sekitar pukul 16.10 WIB menggunakan kapal Fery Oceana Dragon 7, disambut upacara adat Melayu lengkap silat penyambutan dan pemasangan tanjak di kepala sang menteri, simbol kehormatan tertinggi dalam tradisi Lingga.
Barisan Forkopimda Kabupaten Lingga, Bupati Muhammad Nizar, Wakil Bupati Novrizal, serta jajaran TNI, Polri, Satpol PP, dan Damkar turut menyambut dengan penuh khidmat.
Maya Sari menyebut prosesi tersebut sebagai “penerimaan dengan rasa, bukan hanya seremonial”.
“Ini tanah yang melahirkan bahasa persatuan Indonesia. Maka siapa pun yang datang ke Lingga, sejatinya datang ke rahim kebangsaan kita,” tambahnya.
Langkah Politik yang Menyentuh Tanah Leluhur
Usai penyambutan, Menko Yusril dan rombongan melaksanakan salat Ashar di Masjid Jami Sultan Lingga, kemudian menziarahi Makam Sultan Mahmud Riayat Syah, pahlawan nasional yang dikenal sebagai simbol keberanian dan kebijaksanaan Melayu.
Kunjungan dilanjutkan ke Makam Bukit Cengkeh dan Museum Linggam Cahaya, tempat Yusril meninjau langsung ribuan koleksi peninggalan Kesultanan Riau-Lingga mulai dari meriam kuno hingga mata uang kerajaan.
Di sela kunjungan, pemerhati sejarah dan budaya Lingga, Lazuardi, memperkenalkan berbagai artefak kepada Yusril.
“Kami tunjukkan naskah lama, uang kerajaan, meriam, dan sejarah yang jarang disentuh generasi muda. Semoga kunjungan ini menghidupkan kembali minat pada akar budaya,” ujarnya.
Anak-anak setempat juga menampilkan permainan Gasing Lingga, disambut tawa ringan sang menteri momen kecil yang mempertemukan sejarah, rakyat, dan pejabat dalam satu putaran budaya yang hidup.
Pulau Penyengat dan Jejak Darah Melayu
Sebelum tiba di Lingga, Yusril lebih dulu mengunjungi Pulau Penyengat, pusat tamadun Melayu dan tempat jejak leluhurnya bermula. Ia berziarah ke Makam Raja Ali Haji, penulis Gurindam Dua Belas, serta Raja Haji Fisabilillah, pahlawan nasional yang gugur melawan Belanda pada abad ke-18.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur bisa kembali ke Pulau Penyengat. Ini bukan sekadar kunjungan kerja, tapi perjalanan batin menelusuri nilai-nilai kebijaksanaan leluhur,” ujar Yusril dalam keterangan resminya.
Gubernur Kepulauan Riau, H. Ansar Ahmad, S.E., M.M., menyebut kedatangan Yusril sebagai “silaturahmi sejarah yang mempertemukan masa lalu dan masa kini.”
“Pulau Penyengat dan Daik Lingga adalah dua nadi peradaban Melayu. Kunjungan ini memperlihatkan bahwa sejarah bukan arsip mati, tapi sumber inspirasi untuk menata masa depan,” ujar Ansar.
Gelar Adat dan Refleksi Seorang Negarawan
Dalam kunjungannya ke Penyengat, Yusril juga menerima prosesi adat meminang dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau, bagian dari rangkaian penganugerahan gelar Dato’ Sri Indra Narawangsa yang akan disematkan di Daik Lingga.
Prosesi itu, menurut pengamat budaya lokal, melambangkan pengakuan atas kiprah Yusril sebagai tokoh Melayu modern yang menapaki jalur hukum dan politik tanpa meninggalkan akar budayanya.
Maya Sari menegaskan, kunjungan Yusril membawa dampak simbolik bagi masyarakat Lingga.
“Di tengah hiruk-pikuk politik nasional, beliau datang mengajarkan satu hal: bahwa peradaban besar tidak tumbuh dari kekuasaan, melainkan dari kebudayaan,” ujarnya.
Kunjungan kerja ini diakhiri dengan Tabligh Akbar di Gedung Daerah Daik, menandai harmoni antara agama, budaya, dan sejarah.
Yusril juga dijadwalkan menjadi Inspektur Upacara Hari Sumpah Pemuda di Lapangan Astaka MTQ, Komplek Istana Damnah, hari ini Selasa (28/10/2025).
Kunjungan ini, bagi Lingga, bukan sekadar catatan agenda kementerian tapi peristiwa kebudayaan.
Yusril Ihza Mahendra datang bukan hanya sebagai menteri, tapi sebagai anak Melayu yang pulang menziarahi masa lalunya dan barangkali, menemukan dirinya di antara batu nisan para leluhur.
“Ketika seorang pemimpin mau menunduk di hadapan sejarahnya, di situlah kebesaran sejati terlihat,” tutup Maya Sari dengan nada reflektif.***













