Scroll untuk baca artikel
Nasional

INDEF Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melemah

×

INDEF Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Nasional Melemah

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia gagal. Faktor kegagalan tidak diakibatkan ketidakpastian global, sebagaimana  digemborkan oleh pemerintah.

“Gejolak global bukan ‘biang kerok’ perlambatan ekonomi Indonesia. Karena faktanya selama ini keterbukaan ekonomi nasional terhadap ekonomi global relatif terbatas,” jelas Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, Kamis (6/2/2020) di Jakarta.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Sedangkan porsi ekspor (barang dan jasa) tidak lebih dari 20 persen terhadap PDB. Kemudian Foreign Direct Investment (FDI) baru setiap tahun pada Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) tidak lebih dari 10 persen.

BACA JUGA :  Dana Pilkada tak Boleh Dialihkan Kegiatan Lain

Menurut INDEF, faktor domestik justru menjadi pemicu utama pertumbuhan ekonomi nasional melemah. Sebut saja sektor konsumsi rumah tangga pada kuartal IV 2019 yang melambat, hanya tumbuh 4,97 persen (year on year). Angka itu lebih rendah dari kuartal yang sama pada 2017 sebesar 4,99 persen dan tahun 2018 sebesar 5,08.

Perlambatan itu disebabkan konsumsi kelas atas (jumlahnya 20 persen dari total penduduk) yang juga melambat. Dalam lima tahun terakhir, dia menilai pertumbuhan kuartal 1 dan 3 YOY, maka kelompok kaya ini rata-rata pertumbuhannya hanya 3,57 persen. Padahal porsi dalam total pengeluaran mencapai 45,36 persen.

“Hal yang sama juga terlihat pada masyarakat berpengeluaran sedang (jumlahnya 40 persen dari total penduduk),”tandasnya.

BACA JUGA :  Menteri AHY Bagikan Sertifikat Simbolis di Kota Bekasi

Pada september 2019 yoy, rata-rata pertumbuhan pengeluaran kelompok ini hanya 6,06 persen dengan porsi konsumsi sebesar 36,93 persen. Sementara kelas bawahnya (jumlahnya juga 40 persen dari total penduduk) rata-rata pertumbuhan konsumsinya 5,21 persen dengan porsi pengeluaran 17,71 persen.

Lebih lanjut, problem serupa juga tampak pada pertumbuhan konsumsi pemerintah yang berada di bawah target. Yang biasanya tumbuh 4,5 persen ternyata realisasinya hanya 3,5 persen.

“Otomatis itu menunjukkan bahwa belanja pemerintah tidak optimal dalam mendorong perekonomian. Padahal itu merupakan salah satu fundamental dalam mendorong ekonomi kita mencapai target 5,3 persen, tukas Tauhid.

Hal-hal semacam itu, dianggap sangat erat kaitannya dengan belanja modal yang es serta pemanfaatan dana transfer ke daerah juga dana desa yang tidak dimaksimalkan dengan baik.

BACA JUGA :  Inginkan Kualitas Udara Jakarta Sehat, Warga Resmi Gugat Pemerintah

Di sisi yang lain, Kepala Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andri Satrio mengungkapkan bahwa pertumbuhan sektor industri khususnya manufaktur yang diharapkan mampu mendongkrak perekonomian nasional pun tercatat tumbuh negatif hanya 3,8 persen bila dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2018 yaitu 4,27 persen.

“Hal ini didorong oleh dua faktor utama, yakni rendahnya kualitas investasi dan minimnya investasi di sektor manufaktur. Kemudian juga tidak tepat sasarannya insentif yang diberikan pemerintah terhadap industri. (Sal)