WAWAINEWS.ID – Kondisi hutan lindung Register 38, di Kabupaten Lampung Timur, sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan. Benteng terakhir pertahanan resapan air di Bumei Tuah Bepadan itu sudah rusak parah oleh perambah.
Kawasan hutan dengan luas lebih dari 23.000 hektar itu dalam kondisi mengkhawatirkan bisa dikatakan seluruh telah habis dibabat oleh warga untuk dijadikan perkebunan maupun tempat tinggal.
Peruntukan kawasan register 38 Gunung Balak sebagai penyangga Danau Way Jepara dan Way Curup di wilayah berjuluk Bumei Tuah Bepadan difungsikan untuk menahan dan menyimpan air telah beralih fungsi.
Para perambah telah merubah fungsi hutan lindung dari keberadaan untuk kelestarian ekosistem di sekitar kawasan register 38. Kawasan hutan milik negara itu telah dikuasai ribuan orang datang dari antah berantah dan bisa menguasai lahan tersebut.
Selain bercocok tanam, merekapun membangun rumah permanen atau rumah mewah bernilai ratusan bahkan miliaran pun bisa terlihat di lokasi tersebut. Jika tidak percaya coba cek sendiri di Lampung Timur.
BACA JUGA: Bikin Miris, Beginilah Penampakan Gunung Balak Lampung Timur dari Register 38
Danau Way Jepara dan Way Curup yang diharapkan bisa menjadi pengendali air untuk kawasan persawahan di kecamatan Matarambaru, Way Jepara dan Brajaselebah keberadaanya pun tak lagi bisa diharapkan.
Ketika musim penghujan sawah sekarang menjadi banjir, karena kawasan resapan air tak lagi berfungsi. Sebaliknya dimusim kemarau sawah menjadi kering bahkan untuk ditanam ubi tak akan tumbuh.
Sementara pemerintah sebagai penjaga sepertinya berpura-pura tak mengetahui kondisi hutan negara itu. Bahkan bukan melindungi hutan register, pemerintah terkesan ikut merusak dengan membangun fasilitas umum seperti sekolah, fasilitas kesehatan, balai desa, bahkan ada kantor polisi di atas kawasan lahan register 38.
BACA JUGA : Polisi Diminta Tak Hanya Tangkap Pelaku di Lapangan Terkait Pemalakan Liar Hutan Register 38
Pemerintah daerah dan Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Lampung Timur sudah berkali kali di demo oleh masyarakat untuk mengambil sikap terkait kelangsungan dan kelestarian hutan Gunung Balak. Namun hasilnya Nol, kerusakan hutan makin parah.
“Masyarakat sudah capek mengeluh dan berteriak, DPRD juga diam jangankan solusi bahkan kelanjutan apa yang menjadi keluhan masyarakat petani padi dan warga sekitar Gunung Balak tak pernah lagi dibahas,”tulis Edi Arsadat di radar24.