Scroll untuk baca artikel
Opini

Bubarkan Saja DPD, Lembaga Mandul yang Hanya Menyusahkan APBN

×

Bubarkan Saja DPD, Lembaga Mandul yang Hanya Menyusahkan APBN

Sebarkan artikel ini
Direktur Rumah Politik, Fernando EMaS
Direktur Rumah Politik, Fernando EMaS

WAWAINEWS.ID – Pada 1 Oktober 2025, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI genap berusia 21 tahun. Usia yang, kalau manusia, sudah cukup untuk menikah, punya KTP elektronik, bahkan bikin cicilan motor. Tapi sayangnya, setelah 21 tahun berdiri, DPD masih saja kelihatan seperti remaja labil, ada, tapi tak jelas mau ngapain.

Coba tanyakan ke orang-orang di pasar, di terminal, atau ke ojol yang lagi nunggu orderan, “Apa fungsi DPD?” Saya yakin sebagian besar akan menjawab, “DPD itu apa, bang? Partai baru ya?” Bahkan, kalau ditanya ke mahasiswa ilmu politik pun, mungkin ada yang mengira DPD itu singkatan dari Diskusi Politik Dadakan.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Lembaga dengan Fungsi Mandul

Secara kelembagaan, DPD ini jelas: isinya senator, perwakilan daerah. Tapi secara fungsi? Sama sekali tidak jelas. Seperti manusia yang kelaminnya jelas tapi mandul dalam menghasilkan keturunan.

DPD katanya memperjuangkan kepentingan daerah. Tapi soal bikin Undang-Undang? Hanya bisa mengusulkan. Yang memutuskan tetap DPR dan pemerintah. Jadi, fungsi legislasi DPD itu ibarat mic di panggung karaoke yang suaranya dimute. Kelihatan pegang mic, tapi nggak kedengaran apa-apa.

Mubazir dan Boros Anggaran

Lalu, buat apa kita biayai lembaga yang kerjaannya cuma jadi penonton dengan seragam resmi? Anggota DPR saja sudah cukup ribut memperjuangkan dapilnya (meski sering kali lebih ribut memperjuangkan proyeknya). DPR juga sudah mewakili provinsi lewat sistem dapil. Jadi apa gunanya DPD? Bukankah ini mubazir?

Apalagi gaji, tunjangan, fasilitas, dan perjalanan dinas para anggota DPD itu bukan pakai uang koin mainan dari Monopoli, tapi uang rakyat yang tiap hari berdesakan di KRL, antre minyak goreng, atau pusing bayar UKT kuliah anaknya. Kalau DPD dibubarkan, setidaknya ada anggaran miliaran, bahkan triliunan, yang bisa dipakai untuk hal yang lebih bermanfaat: subsidi pupuk, perbaikan sekolah, atau sekadar beli kursi DPR yang empuk biar mereka tidak rebutan kursi lagi.

Alternatif yang Lebih Masuk Akal

Kalau memang ingin ada suara daerah yang kuat, bikin saja Fraksi Perwakilan Daerah di DPR. Kursinya khusus, dipilih langsung rakyat, tapi jelas punya hak legislasi. Jadi tidak ada lagi “lembaga mandul” yang hanya bisa bilang “kami sudah mengusulkan” tanpa bisa mengetuk palu.

Biar tidak jadi lahan parkir politik, persyaratan untuk nyalon anggota DPR juga perlu diperketat: minimal sudah jadi warga provinsi itu selama 5 tahun. Jangan sampai seperti sekarang, banyak yang hanya numpang alamat KTP untuk bisa nyaleg, lalu setelah jadi anggota DPR, alamatnya pindah ke Senayan semua.

DPD ini ibarat punya power bank yang cantik, mahal, tapi ternyata kosong tidak bisa dipakai ngecas. Cantik dipajang, tapi bikin dompet tipis. Maka, sebelum 21 tahun DPD berubah jadi 30 tahun yang makin tidak jelas fungsinya, lebih baik kita ucapkan saja, “Selamat tinggal, DPD. Terima kasih sudah pernah ada, meski kehadiranmu tak pernah terasa.”

Lebih baik bubar dengan terhormat, daripada bertahan hanya untuk jadi bahan meme politik.

Fernando Emas
Direktur Rumah Politik Indonesia
***

SHARE DISINI!