Scroll untuk baca artikel
Opini

Gaza dan Tiga Peran Presiden Prabowo: Rekonstruksi Jalan Menuju Damai

×

Gaza dan Tiga Peran Presiden Prabowo: Rekonstruksi Jalan Menuju Damai

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo Subianto - foto doc ist

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 13/10/2025

WAWAINEWS.ID – Hamas-Israel sepakat damai. Efektif mulai berlaku: (10/10/2025) pukul 12.00 waktu setempat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pengungsi Gaza berbondong-bondong kembali ke rumahnya. Bantuan kemanusiaan berdatangan.

Ketegangan Gaza berlangsung lebih tujuh dekade. Meninggalkan jejak penderitaan kemanusiaan tak berkesudahan. Dunia menyaksikan. Sebagian berempati, sebagian lain memilih diam.

Pada situasi stagnan itu, muncul inisiatif diplomatik baru dari Presiden Indonesia: Prabowo Subianto. Langkah bilateral, multilateral, pidato keras dan berani pada Sidang Umum PBB ke-80. Presiden Prabowo mengukir tiga peran penting.

Pertama, Dekonstruksi Apatisme Barat: Menggugat Standar Ganda HAM

Presiden Prabowo tampil tegas di podium PBB. Diksinya kuat. Ia sebut tragedi Gaza: “katastropi kemanusiaan”. Bencana besar menyebabkan penderitaan luas.

Pembunuhan warga sipil, penghancuran kota, dan penderitaan anak-anak di Gaza tidak bisa dibenarkan dengan alasan perlindungan diri.

Prabowo menyerukan nilai-nilai HAM diterapkan tanpa standar ganda, baik untuk negara kecil maupun besar. “Tidak ada pembenaran moral bagi kehancuran Gaza. Jika dunia berbicara tentang HAM, maka hak hidup rakyat Palestina juga adalah HAM,” ujar Prabowo di hadapan Sidang Majelis Umum PBB.

Kritik diarahkan langsung ke negara-negara Barat. Selama ini barat dikenal pengusung HAM. Namun diam ketika Israel melakukan kekerasan. “Ada bangsa yang mengajari kita tentang HAM, tetapi mereka diam saat Gaza hancur,” katanya pada kesempatan berbeda.

Sikap ini mengguncang forum-forum internasional. Berbulan-bulan, Prabowo menjalankan “megaphone diplomacy”. Menggugat standar ganda Barat di berbagai forum. Dari ASEAN hingga G20.

Hasilnya terlihat:

Prancis – Inggris, mulai menunjukkan sikap lebih terbuka terhadap pengakuan Palestina.

Amerika Serikat, di bawah tekanan publik dan opini internasional, menyatakan kesediaan menjadi mediator. Untuk menghentikan operasi militer Israel di Gaza.

Israel mulai terkucil.

Pidato Presiden Prabowo menggeser opini global: dari apatisme menuju empati. Membuka kembali perdebatan moral yang lama terkubur di balik alasan keamanan.

Kedua, Dekonstruksi Tribalisme Negara-Negara Islam: Menyatukan Suara Timur Tengah.

Konflik Gaza juga tersandera fragmentasi dunia Islam. Banyak negara Arab beda kepentingan. Berselisih satu sama lain dalam merespons isu Palestina.

Prabowo mengkritik terbuka dalam forum D-8 dan G8. Menurutnya “negara-negara Islam tidak boleh terpecah dalam membela keadilan bagi Palestina.”

Seruan itu bukan retorika. Presiden Prabowo melakukan diplomasi shuttle ke Timur Tengah. Berkunjung ke Yordania, Mesir, dan Qatar. Menjajaki koordinasi kemanusiaan dan perdamaian.

Konferensi di Amman (Kemhan.go.id, Juni 2024), Prabowo menegaskan:
“Kemerdekaan Palestina adalah solusi nyata bagi perdamaian Gaza. Dunia Islam harus bersatu mendukung ini.”

Hasilnya tampak. Kali ini, sejumlah negara yang sebelumnya sering berseberangan — seperti Arab Saudi, Turki, dan Iran — memilih menahan diri. Membuka ruang komunikasi.

Tidak ada lagi negara Islam yang terang-terangan menentang proses gencatan senjata.

Ketiga, Dekonstruksi Ideologi Hegemoni dan Paham Nihilisasi

Konflik Gaza bukan sekadar politik. Melainkan juga benturan ideologi: hegemoni dan nihilisme eksistensial. Israel menafsirkan keamanan dengan dominasi penuh: “Israel Raya” meniadakan eksistensi Palestina.

Sebaliknya, sebagian faksi di Hamas mengusung pandangan nihilistik: “tidak ada Israel, harus dihapus dari peta.”

Kedua ekstrem ini menutup ruang damai.

Prabowo menawarkan pendekatan operasional dan berimbang: “Jika Israel mengakui Palestina, maka Indonesia akan mengakui Israel.” Sesama anak Ibrahim harus hidup berdampingan. Perdamaian bukan pilihan, melainkan kewajiban moral.” Indonesia siap mengirim pasukan perdamaian dan menjadi fasilitator negosiasi damai di Timur Tengah.

Reaksi dunia positif. Presiden Donald Trump dan Emmanuel Macron memuji pidato Prabowo sebagai “suar moral dari Asia” (Detik.com, 2025). Indonesia bukan penonton lagi. Melainkan aktor moral dan mediator potensial di antara blok yang berkonflik.

Apakah damai akan segera tercapai? Belum tentu. Tapi diplomasi Presiden Prabowo menandai lahirnya narasi baru: keadilan global tidak lagi monopoli Barat, melainkan tanggung jawab bersama.

Sebagaimana ia tutup pidatonya di PBB:
“Seluruh umat manusia berasal dari keluarga yang sama. Jika satu bagian terluka, seluruh tubuh merasa sakit. Maka perdamaian bukan hanya untuk Gaza — tetapi untuk kita semua.”

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)

SHARE DISINI!