Oleh: Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Menghitung hari. Menuju 20 Oktober 2024. Ketika rezim kelak berganti. Dari Jokowi ke Prabowo. Dari presiden ke 7 ke presiden ke 8.
Malam hari pada tanggal itu sudah akan diumumkan kabinet. Begitu rumors nya. Tanda tidak ada komplikasi perkoalisian politik.
Jika rumors itu benar. Semua lancar-lancar saja.
Oposisi melemah. Ketua DPR dari PDIP. Tanda terjadi kompromi politik. Sebelumnya PDIP harapan satu-satunya untuk oposisi. Kini harapan itu pupus.
Jadi bagaimana perwajahan kabinet itu nanti?. Kita hanya bisa menduganya.
Salah satu dugaan itu adalah “Kabinet Zaken dengan Observer Tentara”. Kabinet profesinal berbasis dukungan parpol. Dilapisi tentara. Diawasi tentara (purnawirawan) dari dalam.
Menteri dari profesional. Dilapisi wakil menteri dari tentara. Kepala Badan dari profesional. Dilapisi tentara. Komisaris-komisaris dan direksi BUMN, dalam proporsi tertentu dimasukkan tentara. Kabinet profesional dengan kecepatan tentara.
Dwi fungsi ABRI?.
Esensinya mirip. Dalam sejumlah hal saja. Formalismenya berbeda.
Payung hukum dwi fungsi sudah dicabut. Juga tidak ada dukungan formal politik membuka ruang kembalinya dwi fungsi ABRI. Jadi apa arti pelibatan purnawirawan TNI itu?.
Lebih tepatnya optimalisasi peran-peran kekaryaan purnawirawan TNI. Pada lini-lini penyelenggaraan negara yang memerlukan. Dan memungkinkan secara regulasi.
Berfungsi sebagai observer dalam pengawalan dan pengamanan kebijakan negara.
Bangsa ini masih sering dihadapkan banyak modus penyelewengan. Negara seperti tidak berdaya melakukan tindakan preventif. Atas penyelewengan-penyelewengan itu.
Korupsi, mafia impor, mafia pajak, mafia tambang, kebocoran sumber-sumber pemasukan negara.
Kebijakan kedaulatan pangan juga dihadapkan banyak penyimpangan.
Subsidi saprotan (sarana produksi pertanian), alsintan (alat mesin pertanian). Disinyalir banyak tidak tepat sasaran. Pengamaan kebijakan merupakan kebutuhan mendesak. Dari kebocoran dan penyimpangan itu.
Apa keunggulan pengkaryaan purnawirawan TNI sebagai observer?.
Pertama, disiplin tinggi. TNI dikenal dengan disiplin tinggi. Terlatih berkerja dengan kecepatan dan ketepatan target.
Maka penyelenggaraan negara akan terdorong bekerja disiplin tinggi. Tidak santai. Orientasi target. Kecepatan tinggi. Disiplin TNI akan menjalar pada lingkungan kerjanya.
Kedua, nasionalisme tidak diragukan. Doktrin Saptamarga membuat SDM TNI terbentuk dengan ikatan nasionalisme tinggi.
Spirit tidak akan mengorbankan kepentingan bangsa di atas pribadi dan golongan akan mengedepan.
Untuk kepentingan bangsa dan negara, tidak ada tugas yang akan ditolak. Berbagai oknum dan beragam modus penyimpangan semestinya miris sebelum berbuat.
Ketika obyek penyimpangan dijaga para purnawirawan.
Ketiga, taat komando. SDM TNI dipastikan taat komando. Ketika presiden menggerakkan kebijakan skala luas, ia bisa meremot melalui para “observer” ini. Dengan keunggulan sebagaimana diuraikan di atas.
Begitu pula ketika terjadi penyimpangan. Presiden bisa melakukan tindakan secara efektif.
Terhadap oknum pelaku penyimpangan-penyimpangan itu. Setidaknya mudah dideteksi.
Selama ini beragam penyimpangan harus menunggu proses hukum berbelit-belit. Menunggu pembuktian rumit.
Melalui para observer, modus penyimpangan bisa dilihat dari jarak pendek. Solusinya juga bisa dirumuskan secara cepat. Tindakan cepat.
Kelemahanya adalah ketika kejahatan atau penyimpangan itu dilakukan atas nama presiden. Atau bahkan disetujui presiden.
Maka kejahatan itu tidak akan tersentuh. Menjadi kejahatan super terkoordinasi. Mega organized crime. Otoritarianisme akan menemukan bentuknya kembali.
Ketika kelembagaan oposisi tumpul. Bahkan tidak tersedia. Manajemen kabinet bekerja dengan observer dan kecepatan tentara.
Satu-satunya harapan adalah kritisisme rakyat secara terukur.
Untuk terus mengingatkan presiden. Apakah kebijakannya sudah benar dan mensejahterakan rakyat. Atau merugikan.
Kabinet zaken dengan observer tentara merupakan pisau bermata dua. Akan membawa pembangunan Indonesia melaju cepat.
Di tengah perpacuan global. Dalam situasi geopolitik yang akan terus memanas.
Disisi lain akan membahayakan jika dijalankan untuk orientasi salah.
Kritisisme rakyat akan menjadi barometer bagi presiden. Tindakannya sudah benar atau salah.
Jika kritisisme ikut tumpul, kabinet zaken dengan kecepatan tentara, akan membahayakan.
Presiden harus terus diingatkan. Rakyat harus mengasah kritisismenya. Secara terukur.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 03-10-2024