Opini

‘Gelombang PHK dan Perfect Storm’: Buruknya Nasib Buruh Indonesia

×

‘Gelombang PHK dan Perfect Storm’: Buruknya Nasib Buruh Indonesia

Sebarkan artikel ini

Survei Litbang Kementerian Perhubungan itu dilakukan September paska kenaikan BBM. Kenaikan BBM ini memperburuk situasi ekonomi buruh yang di survei Mekari di atas. Pada April terjadi kemerosotan daya beli, lalu pemerintah memberi kado kenaikan BBM pada September. Inflasi terjadi begitu tinggi. Buruh semakin merana.

Untuk keperluan daya beli buruh, pemerintah membuat BSU (Bantuan Subsidi Upah) pada program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2022. Ini sudah berlangsung 3 tahun. Program ini dimaksudkan untuk mensubsidi buruh sebesar Rp 600.000 sekali pertahun, kepada 14,6 juta buruh. Jika itu dikalikan, maka uang yang disalurkan pada buruh untuk subsidi adalah Rp. 8,76 T. atau 1,9% dari anggaran PEN (Rp. 455,6 T). Sampai saat ini pemerintah mengklaim telah menyalurkan kepada sekitar 8 juta pekerja.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Baca juga: Pekerjaan Talud di Pekon Sinar Saudara Jadi Pertanyaan Inspektorat, Kok Bisa

Tergerusnya daya beli buruh tentu saja tidak mampu diimbangi oleh program subsidi upah yang hanya menyentuh sedikit jumlah pekerja. Bbc berbahasa Indonesia mengungkapkan hal itu dalam berita “Bantuan Subsidi Upah 2022: ‘Cemburu Sosial’ Bagi Puluhan Juta Pekerja Informal”, 6/4/22. Jumlah pekerja informal disebutkan 78 juta jiwa dan formal sebanyak 53 juta jiwa tahun 2021. Sesungguhnya kecemburuan pun terjadi bagi pekerja formal yang tidak mendapatkan. Timbul Siregar, ketua serikat buruh OPSI dalam “BSU 2022 yang Tidak Sesuai Janji”, progresnews. Info, 1/9, juga memperkuat telah terjadi kecemburuan sosial dikalangan buruh dalam subsidi upah yang sangat terbatas ini.

BACA JUGA :  Pemuda Sebagai Energi Perubahan

Bersatulah Kaum Buruh

Demonstrasi Partai Buruh yang dilakukan Said Iqbal dkk hari ini menjadi bagian dari demonstrasi kaum Buruh yang sudah berlangsung secara berkali-kali selama beberapa bulan ini. Gelombang PHK Buruh diantara kesulitan ekonomi, baik inflasi maupun resesi, akan menyengsarakan buruh dan keluarganya. Setiap buruh umumnya menanggung seorang istri dan dua anaknya. Artinya puluhan juta kaum buruh menderita saat ini. Dan ini perlu jalan keluar bersama dari pemimpin kaum buruh.

Baca juga: Tunda hak aparatur desa, Bupati Lampung Timur dianggap tak berprikemanusiaan

Kelompok buruh yang di pimpin Said Iqbal selama ini berjarak dengan kelompok buruh yang dipimpin oleh Jumhur Hidayat. Keterpisahan terjadi karena kedekatan mereka yang berbeda pada kekuasaan Jokowi. Namun, tantangan yang besar ke depan, Gelombang PHK dan penderitaan buruh akibat hancurnya daya beli, menuntut adanya kebersamaan sikap dalam merespon kebijaksanaan Jokowi, khususnya siapa dikorbankan pemerintah jika terjadi krisis? Apakah buruh atau orang-orang kaya?

BACA JUGA :  Titiek Soeharto, Mafia Pangan dan Cundrik Mataram

Jika buruh ingin menyelamatkan diri, maka keniscayaan persatuan kaum buruh harus segera terjadi. Dimulai dengan evaluasi atas berbagai kebijakan Jokowi yang anti buruh, seperti UU Omnibus law, kebijakan kenaikan upah rendah, pemberangusan hak-hak berserikat buruh dan anggaran PEN yang lebih memihak pengusaha ketimbang buruh.

Baca juga: Buruh Gelar Aksi, Plt Bupati Bekasi Pilih Jadi Wali Nikah

Setelahnya buruh harus bersatu mencari pemimpin ke depan. Pemimpin bangsa ini dihuni mayoritas elite yang tidak pro buruh. Mereka hanya melihat kekuasaan sebagai karir hidup dan penghambaan material alias memperkaya diri. Kaum buruh ke depan perlu membangun pakta persekutuan dengan calon presiden yang mau tunduk pada kepentingan buruh, bukan tunduk pada kepentingan oligarki.

Penutup

Gelombang PHK sudah terjadi. Ini belum lagi jika badai krisis dunia atau “Perfect Storm” datang tahun depan. Bagaiamana kita mampu melihat jutaan buruh menjadi pengangguran dan keluarga buruh menjadi pengemis?

BACA JUGA :  PDIP-PKB-PKS Oposisi, Kenapa Tidak ?

Survei telah memotert, sebagiannya, nasib buruh yang semakin terpuruk, yakni kehilangan daya beli pada awal tahun lalu dan semakin hancur dalam survei Litbang Kemenhub setelah kenaikan BBM. Belum lagi buruh pada sektor informal.

Baca juga: Cegah PHK, Warga Usia 45 Tahun ke Bawah Boleh Beraktivitas

Untuk itu kaum buruh harus bersatu. Melawan semua kebijakan Jokowi yang anti buruh. Tidak bisa terpisah seperti selama ini, sebagiannya masih berdekatan dengan Jokowi, sebagiannya berposisi. Kebersamaan buruh dibutuhkan untuk melawan arah nasib buruh yang hancur dan akan semakin hancur.

Dalam kebersamaan itu, kaum buruh juga harus membangun pakta persekutuan dengan capres yang pro buruh. Sampai saat ini, hanya Anies yang setuju dengan kenaikan upah buruh tinggi, semua capres lainnya yang muncul di bursa capres, tidak pernah memikirkan nasib buruh. Begitupun, fakta persekutuan kepada calon pemimpin ke depan merupakan agenda terbesar dari kebersamaan kaum buruh untuk merubah nasib buruh kedepan.

Selamat berjuang.