WAWAINEWS.ID – Dirgahayu Indonesia, 78 tahun rakyat belum bisa dibilang sepenuhnya merdeka. Masih banyak di sana-sini kehidupan orang-orang kecil yang identik terjajah. Terpinggirkan, terampas dan tertindas, itulah realitas kehidupan rakyat tak berpunya di seantero republik.
Saban tahun negara bagai merayakan momen tujuh belasan yang sejatinya jauh dan bertolak-belakang dari makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
BACA JUGA: BroNies Dukung Bang Herkos Jadi Pemimpin di Kota Bekasi
Pun bagi warga Jakarta, kehidupan di ibukota negara itu, masih bergulat dengan urusan pemaknaan dari apa dan tujuan merdeka. Sebuah sentuhan kemerdekaan yang berkorelasi dengan kotanya, warganya dan pemimpinnya.
Selain menjadi influencer bagi kota-kota lainnya, Jakarta juga menjadi barometer politik nasional. Baik buruknya Indonesia, bisa dilihat dari baik buruknya Jakarta.
Seperti kata Pak Anies yang menjadi gubernur Jakarta periode 2017-2022, ia kerap menyoal substansi kemerdekaan. Buat apa merdeka, kalau rakyat tak punya tanah. Buat apa merdeka kalau rakyat masih susah mendapat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
BACA JUGA: Didampingi 26 Pengacara, Yusuf Blegur Beri Klarifikasi di Polres Depok
Buat apa merdeka kalau kekayaan negara habis dikuras bangsa asing. Buat apa merdeka kalau pemimpinnya gemar korupsi dan pejabatnya hobi pada yang mudharat. Buat apa merdeka kalau sesama anak bangsa saling bertikai, konflik dan bermusuhan serta memicu disintegrasi nasional.
Masih banyak lagi segudang kontradiksi dari perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang seremonial dan artifisial, yang tak lebih dari sekedar permainan, hiburan dan kegembiraan sesaat. Kata merdeka, yang telah lama kehilangan nasionalisme dan patriotisme di dalamnya.