Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

Kepala Desa Adat di Bali Terjaring OTT Terkait Perizinan Transaksi Jual Beli Tanah

×

Kepala Desa Adat di Bali Terjaring OTT Terkait Perizinan Transaksi Jual Beli Tanah

Sebarkan artikel ini
Kepala Desa Adat atau Bendesa Adat Berawa  Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, pada 2 Mei 2024
Kepala Desa Adat atau Bendesa Adat Berawa  Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, pada 2 Mei 2024

BALIKR, Kepala Desa Adat atau Bendesa Adat Berawa  Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, pada 2 Mei 2024.

OTT kepala desa adat Berawa itu, terkait dugaan pemerasan terhadap seorang investor berinisial AN hingga mencapai Rp10 miliar dalam kasus perizinan transaksi jual beli tanah di Desa adat setempat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

KR ditangkap di sebuah kafe di daerah Renon, Kota Denpasar, pada Kamis (2/5) sekitar pukul 16:00 WITA. Ia ditangkap bersama dengan AN saat transaksi.

Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana mengatakan tim penyidik asisten tindak pidana khusus Kejati Bali telah mengamankan dua orang berinisial KR dengan jabatan Bendesa Adat Berawa dan AN selaku pengusaha atau investor.

Ada pun barang bukti yang berhasil disita dalam bentuk uang tunai sebesar Rp100 juta. Uang itu tersimpan di dalam plastik, sebagai uang muka.

Dikatakan bahwa KR selaku Bendesa Adat telah melakukan upaya pemerasan dalam proses jual beli kepada AN dengan pemilik tanah yang tidak disebutkan inisialnya di Desa Berawa, Badung.

“Saudara KR meminta sejumlah uang sebesar Rp10 miliar atas transaksi yang dilakukan oleh AN dengan seorang pemilik tanah. Sehingga dalam prosesnya dimulai pada bulan Maret (2024) telah dilakukan beberapa kali transaksi oleh AN kepada KR,”ungkap Kajati.

AN, selaku pengusaha jelasnya, telah memberikan uang Rp50 juta untuk melancarkan proses administrasi jual transaksi tanah tersebut.

Selanjutnya, di hari ini 2 Mei 2024, KR meminta uang dengan alasan untuk uang adat, budaya, dan kebudayaan. Selain itu, KR tidak melakukannya sendiri tetapi ada lainnya yang masih ditelusuri.

“Hari ini yang bersangkutan menunaikannya lagi sebesar Rp100 juta. Dari uang yang diserahkan pada hari ini dan kita amankan,” jelasnya.

Penangkapan dilakukan ketika KR  sedang melakukan transaksi dan tengah ngopi bersama AN. Kemudian dua orang yang bersama mereka juga diamankan tetapi masih dilakukan proses investigasi terkait peran keduanya.

“Dua orang temannya lagi masih dalam proses investigasi. (Yang diamankan) empat orang semuanya,” ujarnya.

Sumedana menegaskan, bahwa KR sudah dipastikan melakukan dugaan pemerasan karena pihak Kejati Bali telah melakukan penelusuran jauh-jauh hari.

“Sudah bisa dipastikan, kami tidak saja menelusuri yang bersangkutan pada saat penangkapan, kami sudah mapping juga mengenai WhatsApp yang bersangkutan dan transaksi yang bersangkutan melalui WhatsApp,” jelasnya.

Sementara, dari keterangan KR bahwa uang yang diminta kepada AN itu untuk kepentingan adat dan budaya, “Saya masih mendalami, menurut keterangan yang bersangkutan untuk kepentingan adat budaya dan sebagainya,” ujarnya.

Sementara, untuk lokasi tanah yang akan dijual ada di kawasan Desa Adat Berawa dan KR diduga melakukan pemerasan agar proses perizinan tanah segera dikeluarkan oleh KR.

“KR ini sebagai Bendesa Adat Berawa, karena semua transaksi pembelian tanah di sini itu harus melalui perizinan dari (KR). Dan baru bisa clear di tingkat selanjutnya yaitu notaris dan sebagainya. Kalau tidak ada perizinan dari mereka, maka tidak ada tindak lanjut ke notaris,” ujarnya.

Sementara, jumlah uang yang sudah masuk baru Rp150 juta yaitu pembayaran pertama dari AN dan barang bukti Rp100 juta saat transaksi. Tetapi yang diminta KR sebesar Rp 10 miliar.

“Jumlahnya Rp150 juta. Belum (Rp 10 miliar) tapi yang diminta oleh yang bersangkutan Rp10 miliar,” ujarnya.

Pihaknya belum mengetahui, sudah berapa lama KR melakukan praktik pemerasan.

Meski demikian, Sumedana berkata dari informasi yang diterima kejaksaan KR diduga tidak hanya melakukan pemerasan kepada investor Warga Negara Indonesia (WNI) tapi juga investor Warga Negara Asing (WNA).

“Informasi yang kami peroleh, ada juga warga asing yang dilakukan permintaan uang oleh yang bersangkutan dan kami masih dalami,” kata dia.

Selain itu, dari informasi yang didapatkannya ada korban lain atau investor yang diduga diperas oleh KR. Ia berharap para korban untuk melapor ke Kejati Bali.

“Menurut informasi ada korban-korban yang lain. Saya harapkan korban yang lain juga melaporkan hal yang sama, tidak hanya di Berawa, semua yang ada di daerah di Bali, mumpung Kejatinya orang Bali, ya,” tegasnya.

Menurut Sumedana praktik pemerasan yang dilakukan KR telah merusak nama baik Bali di mata investor internasional.

“Kedua, kami lakukan dalam rangka nama baik identitas budaya, istiadat Bali. Kami ingin setelah kejadian ini tidak ada lagi hal seperti ini. Kami akan selalu memonitor semua kegiatan yang terkait upaya pemerasan seperti ini,” ujarnya.***