LAMPUNG TIMUR — Demokrasi desa kembali tercoreng. Bukan karena proyek fiktif, bukan pula karena korupsi anggaran pembangunan, tapi gara-gara duel ego dan kartu remi.
Seorang warga Desa Batu Badak, Kecamatan Marga Sekampung, berinisial AB, menjadi korban pembacokan oleh oknum Kepala Desa berinisial HS dan Bendahara Desa (RD) pada Senin siang, 7 Juli 2025 sekira pukul 14.00 WIB.
“Iya, betul. Kepala desa dan bendahara yang seharusnya menyusun RAPBDes, justru sibuk nyusun kartu remi dan diduga berakhir menyusun niat menusuk warganya sendiri,”ungkap warga kepada awak media ini.
Dikatakan bahwa saat ini korban penusukan tengah dirawat di RS AIRAN Lampung Selatan, setelah sebelumnya mendapat pertolongan di Puskesmas setempat.
Kejadian bermula bukan dari musyawarah pembangunan desa, bukan pula dari penyaluran BLT, melainkan dari meja judi remi yang tak semestinya ada dalam agenda pemerintahan desa.
Bahkan, kegiatan ilegal ini diduga berlangsung di rumah warga, disinyalir menjadi “markas remi” darurat.
“Awalnya kumpul main judi kartu. Kepala Desa HS bilang ke teman-temannya yang datang ‘Ada duit enggak? Jangan nanti banyak alesan, mau gadai-gadaian lah, apalah, kan enggak enak,” tutur seorang warga yang enggan disebut namanya.
Perkataan ini rupanya menyulut emosi korban, AB, yang merasa tersinggung. Ia bangkit dan pulang dengan hati panas, tapi sayangnya, tidak berhenti di situ.
Beberapa jam kemudian, AB kembali dan terjadi cekcok yang berujung pada dugaan pengeroyokan. Diduga kuat, AB ditusuk dengan senjata tajam oleh Kades HS, dan bendahara RD juga ikut mengeroyok.
“Korban AB tertusuk di bagian perut kanan. Meski berdarah-darah, AB masih bisa pulang sendiri ke rumah,” lanjut sumber warga.
Melihat kondisi AB yang sudah berlumuran darah, pihak keluarga langsung melarikan korban ke Puskesmas Peniangan. Karena luka cukup parah, korban dirujuk ke RS Airan Bandar Lampung untuk penanganan lebih lanjut.
Peristiwa berdarah ini terjadi sekitar pukul 14.00 WIB, dan menurut informasi terakhir, Polsek Marga Sekampung sudah turun ke lokasi untuk olah TKP.
Pemerintah Desa atau Kelompok Remi Tertutup?
Kejadian ini membuat publik bertanya, apakah ini kantor desa atau arena judi terselubung? Bagaimana bisa oknum pejabat desa yang seharusnya menjadi panutan, justru terlibat dalam kegiatan yang tak hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam nyawa?
Kades bukan sekadar pemilik stempel dan seragam safari cokelat. Ia adalah wakil negara di level desa yang seharusnya menjadi contoh bukan justru membuka babak pertarungan antara harga diri dan sebilah sajam.
Jika benar kegiatan tersebut terjadi di luar jam dinas namun melibatkan pejabat aktif, perlu dipertanyakan integritas dan moralitas pemimpin desa.
“Ini bukan lagi soal main remi, tapi soal mental pejabat yang tak paham posisi,” ujar seorang tokoh masyarakat yang geram mengetahui kronologi kasus.
Kini publik menunggu langkah cepat dari pihak kepolisian. Karena jika tak segera ditangani serius, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bahwa tindak kekerasan oleh pemangku jabatan bisa terjadi begitu saja, hanya karena tersinggung di meja judi.
Jika terbukti benar, maka sudah seharusnya pelaku dijerat dengan pasal penganiayaan berat, kepemilikan sajam, dan dugaan kegiatan ilegal (judi).
Desa bukan tempat adu kekuasaan dan ego. Apalagi jika dibumbui dengan pisau dan taruhan.
Warga Desa Batu Badak butuh pemimpin, bukan pemain. Mereka menanti kades yang bisa menyelesaikan persoalan tanah, bukan bikin masalah sampai ke ranah pidana. Jika kades main sajam, siapa lagi yang bisa dimintai perlindungan di desa?.***