Sebagai seorang figur pemimpin yang terus bertumbuh dengan prestasi dan apresiasi publik.
Anies kian kemari terus menuai harapan sekaligus dukungan sebagian besar rakyat.
Keinginan dan kehendak rakyat, seolah ingin menasbihkan Anies sebagai presiden dalam perhelatan pilpres 2024.
Sebuah dinamika demokrasi yang patut mendapatkan respek dari semua pihak, karena mau menempuh mekanisme formal dan normatif.
Terbersit, dari pilihan mengikuti konstestasi ajang transisi kekuasaan itu, menegaskan Anies sebagai pemimpin yang taat konstitusi termasuk tunduk pada aturan UU pemilu.
Anies pada tahap awal sudah dapat melewati aspek fundamental dalam proses pencapresannya.
Ia secara eskalatif dan akumulatif terus menuai dukungan rakyat.
Setidaknya basis dukungan pemilihnya sudah bisa dihitung dan menghidupkan kompetisi dan rivalitas di antara kandidat capres.
Realitas dan kemunculan progesif Anies dalam pilpres 2024 mendatang, tentu saja menimbulkan resonansi dan geliat tersendiri, baik baik dari kalangan partai politik yang mengusung capresnya sendiri maupun partai politik yang berlanggam ‘wait and see’ dan masih melakukan penjajakan.
Selain hasil survei ada partai politik yang tentunya ingin membangun kompromi dan kesepakatan pada capres tertentu.
Fenomena Partai politik dalam menentukan pilihan capres serta upaya memoles dan menjualnya.
Harus tetap dilihat sebagai proses politik yang tidak parsial. Selain tingkat elektabilitas dan akseptabilitas, partai politik juga tidak berdiri sendiri mengurus capresnya, terutama terkait pembiayaan kontestasinya baik untuk capresnya maupun kepentingan partai politik itu sendiri.
Sebagai contoh, partai politik akan mensyaratkan daya dukung capres terkait dana kampanye atau khususnya pembiayaan saksi saat pilpres berlangsung.