Scroll untuk baca artikel
AgamaInfo Wawai

Makna dan Kedudukan Wali Nikah dalam Islam: Penjaga Keabsahan dan Kehormatan Pernikahan

×

Makna dan Kedudukan Wali Nikah dalam Islam: Penjaga Keabsahan dan Kehormatan Pernikahan

Sebarkan artikel ini
187 Pasangan Itsbat Nikah Ikuti Hajat Keren Bekasi
187 Pasangan Itsbat Nikah Ikuti Hajat Keren Bekasi - foto doc

WAWAINEWS.ID – Dalam tradisi Islam, pernikahan bukan sekadar peristiwa sosial yang menyatukan dua insan dalam ikatan cinta, tetapi juga sebuah akad suci yang memiliki dimensi spiritual dan hukum syar’i.

Salah satu unsur penting dalam akad nikah adalah keberadaan wali, terutama bagi mempelai perempuan. Wali bukan hanya pelengkap dalam prosesi ijab qabul, melainkan penentu sah tidaknya pernikahan itu sendiri.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad)

Hadits tersebut menegaskan dengan jelas bahwa akad nikah tanpa wali adalah tidak sah. Wali berfungsi sebagai pelindung, pengayom, sekaligus saksi kehormatan perempuan agar pernikahan berlangsung sesuai dengan prinsip tanggung jawab dan keadilan.

Syarat-Syarat Wali Nikah

Dalam kitab Kifayatul Akhyar karya Syekh Taqiyuddin Al-Hishni (Beirut, Darul Khair, 1991: h. 356), dijelaskan bahwa seseorang baru bisa menjadi wali nikah apabila memenuhi enam syarat utama:

BACA JUGA :  Kemenag Buka Pengajuan Bantuan Masjid Ramah, Waktu Terbatas Catat Syaratnya!
  1. Beragama Islam – Wali harus seorang Muslim karena akad nikah merupakan ibadah yang bersifat keagamaan.
  2. Baligh (dewasa) – Ia harus cukup umur untuk memahami konsekuensi akad.
  3. Berakal sehat – Tidak gila atau dalam kondisi yang menghilangkan akal.
  4. Merdeka – Bukan hamba sahaya.
  5. Laki-laki – Karena peran wali adalah tanggung jawab yang secara syar’i dibebankan kepada laki-laki.
  6. Adil (tidak fasiq) – Wali harus berakhlak baik dan tidak dikenal melakukan dosa besar atau keburukan yang menciderai kehormatannya.

Syarat-syarat ini bukanlah formalitas, melainkan bentuk jaminan moral dan spiritual agar wali yang bertugas benar-benar mampu menjaga amanah pernikahan dengan tanggung jawab.

Urutan Wali Nikah Menurut Fikih dan Regulasi Negara

Islam telah menetapkan urutan wali nasab secara sistematis, agar tidak terjadi kekacauan ketika wali utama berhalangan. Menurut Syekh Taqiyuddin Al-Hishni, urutan wali adalah:

BACA JUGA :  Sahabat Nabi SAW yang Terus Gagal Jadi Miskin, Begini Kisahnya
  1. Ayah kandung
  2. Kakek (ayah dari ayah)
  3. Saudara laki-laki kandung
  4. Saudara laki-laki seayah
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
  6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
  7. Paman (adik atau kakak ayah)
  8. Anak dari paman (sepupu laki-laki)

Ketentuan ini kemudian diperinci lagi dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan, yang memuat urutan hingga ke generasi buyut dan cicit paman. Regulasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keselarasan antara hukum agama dan hukum negara, terutama dalam hal penentuan wali nikah.

Makna Spiritual dan Sosial Wali Nikah

Wali bukan hanya sekadar penandatangan akad atau formalitas hukum. Dalam pandangan Islam, wali adalah simbol tanggung jawab keluarga terhadap kehormatan perempuan. Ia menjadi perwakilan keluarga dalam memastikan bahwa calon suami adalah orang yang layak dan mampu membawa kebaikan bagi rumah tangga.

BACA JUGA :  Pemkot Bandar Lampung Izinkan Gelar Resepsi di Hotel, Tapi Bersyarat

Dengan demikian, fungsi wali sejatinya adalah perlindungan, bukan pembatasan. Islam menempatkan perempuan dalam posisi terhormat bukan untuk dikekang, melainkan untuk dijaga hak dan martabatnya.

Kehadiran wali dalam akad nikah adalah rukun yang menjamin kesahihan, kehormatan, dan keberkahan pernikahan. Urutan wali yang telah diatur baik dalam fikih maupun regulasi negara menjadi panduan agar setiap pernikahan berjalan tertib dan sesuai syariat.

Di balik ketegasan hukum tentang wali, tersimpan nilai-nilai kasih sayang, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap perempuan. Karena itu, memahami posisi wali bukan sekadar memahami hukum, tetapi juga memahami makna spiritual keluarga dalam Islam.

Wallahu a‘lam bish-shawab.***