Scroll untuk baca artikel
EkonomiNasional

Menteri Keuangan ke Gubernur: Mau Anggaran Nggak Dipotong? Buktikan Dulu!

×

Menteri Keuangan ke Gubernur: Mau Anggaran Nggak Dipotong? Buktikan Dulu!

Sebarkan artikel ini
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

JAKARTA — Pertemuan antara 18 gubernur dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di JICC Senayan berubah jadi semacam sesi curhat fiskal massal. Para kepala daerah mengeluh, pemerintah pusat terlalu tega memangkas anggaran transfer ke daerah tahun 2026.

“Saya akan kembalikan kalau mereka bagus. Kalau nggak bagus, ya ngapain,” ujarnya, Purbaya menjawab dengan gaya yang tak kalah santai tapi menohok, Kamis (9/10/2025).

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kalimat yang terdengar seperti guru ekonomi menegur murid yang belum setor tugas, tapi tetap dengan senyum birokrasi yang tenang.

Purbaya mengaku paham dengan kekecewaan para gubernur, tapi menegaskan bahwa banyak dana transfer ke daerah yang selama ini “jalan tapi nggak sampai tujuan.” Alias, anggarannya lari lebih dulu daripada manfaatnya.

“Semuanya kan pasti kecewa. Tapi yang lebih kecewa lagi rakyat dan pemerintah pusat, karena banyak uangnya nggak tepat sasaran,” kata Purbaya, seolah ingin mengingatkan bahwa di republik ini, kecewa itu hak semua pihak.

Menurutnya, kalau pemda bisa memperbaiki kinerja keuangan hingga triwulan kedua tahun depan dan menunjukkan tanda-tanda keseriusan, maka kemungkinan pemotongan itu bisa dibatalkan.

“Ya kalau mereka betulin, kita pikirkan. Kalau enggak, ya mohon maaf lahir batin,” begitu kira-kira nada di balik senyumnya.

Sebelumnya diketahui bahwa para gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) datang ke Kemenkeu dengan wajah penuh harap, tangan berdoa, dan proposal setebal buku skripsi.

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, mengaku pemotongan itu seperti “diet paksa” untuk provinsi yang masih butuh makan banyak.

“Dana transfer pusat ke daerah sekarang cuma cukup buat belanja rutin. Jalan, jembatan, dan pembangunan lain bisa-bisa tinggal harapan,” ujarnya lirih, tapi tetap formal.

Sementara Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, tak kalah emosional. Ia mengeluh anggarannya dipotong hingga 25%, membuat pembangunan di provinsinya terancam jalan di tempat atau malah mundur pelan-pelan.

“Kami minta jangan dipotong. Anggaran ini sudah beban, jangan ditambah beban batin,” ujarnya, mungkin sambil menatap tajam ke spanduk bertuliskan Efisiensi untuk Kemandirian Daerah.

Kinerja Daerah: Antara Serapan Anggaran dan Serapan Angin

Sebetulnya, keluhan para kepala daerah ini tak sepenuhnya tanpa dasar. Banyak daerah memang kesulitan menyeimbangkan kebutuhan infrastruktur, pelayanan publik, dan gaji pegawai yang terus naik terutama setelah muncul istilah “belanja wajib tapi tidak penting”.

Namun di sisi lain, Kementerian Keuangan juga punya data bahwa sebagian daerah rajin minta anggaran tapi serapan keuangannya sering kalah cepat dari pertumbuhan rumput di halaman kantor bupati.

Itulah sebabnya Purbaya bersikap realistis: kalau kinerja keuangan pemda bisa “dipoles” agar lebih efisien dan tepat sasaran, dana transfer bisa kembali seperti semula. Tapi kalau masih banyak laporan keuangan yang isinya “copy-paste dari tahun lalu,” maka jangan salahkan pusat kalau isi rekening kas daerah ikut menipis.

Drama fiskal antara pusat dan daerah ini sejatinya klasik sudah terjadi sejak era Orde Baru, tapi kini tampil dengan format yang lebih modern ada PowerPoint, Zoom Meeting, dan tentu saja, rencana efisiensi.

Yang pasti, jika janji Purbaya benar ditepati, maka masa depan dana transfer akan sangat bergantung pada satu hal, kemampuan pemda membelanjakan uang dengan akal sehat, bukan sekadar habiskan anggaran sebelum tutup tahun.***

SHARE DISINI!