LAMPUNG TIMUR – Meski Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sudah resmi menetapkan harga singkong Rp1.350 per kilogram dengan rafaksi 15 persen, di lapangan aturan itu seolah hanya jadi dekorasi di atas kertas.
Contohnya di PT BKM Sindang Anom, Lampung Timur. Di sana, harga memang “resmi” Rp1.350 per kilogram. Tapi jangan senang dulu, potongan alias rafaksinya bisa tembus 47 persen.
Hal itu lebih mirip diskon belanja online saat Harbolnas ketimbang aturan menteri. Bedanya, yang diskon justru petani, bukan harga.
Seorang petani yang baru saja bongkar singkong di pabrik itu mengaku heran sekaligus lemas. Singkong yang ia tanam sejak 10 sampai 14 bulan lalu dipotong hampir setengah harga.
“Kalau begini, bukan hasil panen yang kami bawa pulang, tapi gigit jari. Setahun kerja, modal keluar, hasilnya malah tinggal separuh,” keluhnya sambil menunjukan kwitansi penjualan, Sabtu (13/9/2025).
Petani berharap pabrik bisa taat pada keputusan menteri, bukan sekadar main hitung-hitungan potongan yang membuat singkong mereka seolah barang cacat.
Padahal, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah tegas dalam pertemuan dengan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani dan empat bupati di Jakarta, Selasa (9/9/2025). Ia menegaskan, pemerintah berkomitmen mengawal tata niaga singkong agar petani tak terus-menerus jadi korban permainan harga.
“Pak Sekjen, malam ini siapkan surat, segera saya tandatangani agar harga singkong secara nasional disamakan dengan Lampung. Dengan begitu, petani punya jaminan harga,” tegas Amran penuh wibawa.
Sayangnya, surat menteri itu tampaknya belum sanggup menembus tembok pabrik. Di lapangan, aturan masih ditafsir sesuka hati. Harga singkong sahih Rp1.350, tapi rafaksi bak mie instan tinggal tambah air, bisa berkembang sampai 47 persen.
Ironisnya, dengan sistem ini, singkong di Lampung tak lagi dihitung berdasarkan umur tanam, melainkan umur panjang kesabaran petani. Mereka menunggu 14 bulan, tapi begitu panen hanya bisa menunggu keajaiban apakah potongan berhenti di 15 persen, atau naik jadi setengah.
Kalau terus begini, singkong bisa jadi komoditas paling spiritual di Lampung: menanam dengan doa, panen dengan istighfar.***