WAWAINEWS.ID – Komisi VIII DPR RI menyoroti terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan membolehkan pernikahan beda agama.
Politisi PKS menganggap para hakim PN Jakpus telah melanggar UU dan Konstitusi. DPR RI meminta Mahkamah Agung untuk menertibkan.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VIII DPR Surahman Hidayat, meminta MA mendisiplinkan para Hakim yang berada di bawah kewenangannya.
“MA Harus mendisiplinkan hakim PN Jakpus, agar mengkoreksi keputusan yang tidak sesuai UUD,”tegas Surahman.
BACA JUGA : Diikuti Lebih 100 Vendor, Yuk Intip Gebyar Pernikahan Indonesia Dalam Adat Lampung di Jakarta
Ini dimaksudkan agar para hakim tersebut tidak lagi membuat keputusan yang tidak sesuai dengan Konstitusi yang berlaku yaitu UUD RI 1945
Menurut Surahman, seharusnya PN Jakpus taat terhadap konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda Agama.
“Para Hakim PN Jakpus harusnya merujuk kepada ketentuan UUD 1945 dan Putusan MK yang sudah menolak judicial review untuk membolehkan perkawinan beda Agama,” kata Surahmat dalam keterangannya, Selasa 27 Juni.
BACA JUGA : Usai Resepsi Pernikahan, Pengantin Wanita Dibawa Kabur Mantan Kades
Diketahui bahwa sebelumnya mengizinkan pasangan beda agama. Hakim beralasan izin diberikan berdasarkan UU Adminduk, dan juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat.
Surfahman mengatakan, seharusnya para hakim tidak hanya melihat penjelasan secara tekstual dan sepotong, tetapi harus merujuk pada penafsiran original intent, agar memahami teks UU secara utuh.
BACA JUGA : FKMPB Minta Camat Tarumajaya Dievaluasi Terkait Klaster Pernikahan Covid-19
Menurutnya, masalah perkawinan dalam Islam sudah jelas ketentuannya, di mana perempuan muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam.
Baca juga: Mbappe Bikin Eksekutif Qatar Marah, Liverpool Berani Bayar Rp4.4 Triliun,
Ketentuan itu juga termuat dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di mana di dalam Pasal 2 Ayat 1 dari UU tersebut disebutkan bahwa Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.