wawainews-id-455098.hostingersite.com. LAMPUNG – Masyarakat Lampung adalah masyarakat yang sangat bertoleransi dengan pendatang. Hal ini sesuai dengan prinsip falsafah hidup berdampingan dengan orang lain, yaitu Nemui Nyimah (terbuka dan menerima tamu dengan baik).
Pendapat diatas dapat dibuktikan dari awal keberadaan etnis Bali di Lampung. dikutif dari grup facebook persekutuan adat Budaya dan Sejarah Lampung yang di posting oleh Wijaya Putra.
Ia menuliskan, sejarah kedatangan etnis Bali, di mula pertama kali pada tahun 1963. Menurut Intan Mas Jahidin (Tokoh Lampung) yang menjabat sebagai kepala negeri Kalianda pada waktu itu.
Ketika itu datang lima orang warga dari pulau Bali kekediaman Intan Mas Jahidin, mereka datang dengan tujuan untuk meminta bantuannya agar diperbolehkan tinggal dan melanjutkan hidup baru mereka di Lampung Selatan.
Dikarenakan rumah mereka hancur dan sudah tidak memiliki apa – apa dipulau Bali.Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh Intan Mas Jahidin,beliau langsung meng Iyakan dan memperbolehkan mereka tinggal di Lamsel.
Intan Mas Jahidin kemudian memerintahkan mereka kembali ke pulau Bali untuk membawa serta keluarga mereka ke Lamsel.Ketika mereka kembali ke Lamsel mereka membawa 15 KK lainnya kemudian Intan Mas Jahidin memberikan @ 2 hektar untuk setiap KK ditanah itu mereka mendirikan rumah dan bertani.
Selama 4 tahun sisa kepemimpinan Intan Mas Jahidin, setidaknya ada 15000 ha tanah marga (tanah adat) yang diberikan kepada 7000 KK etnik Bali.
Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan asalnya dipulau Bali kemudian mendirikan perkampungan Bali Nuraga, Bali Agung dan Bali Napal.
Kemudian dikutif dari hasil penelitian AAN BUDIANTO, Dr. Agus Suwignyo, M. A, pada http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/105982. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa adaptasi yang dilalui oleh orang Bali di Lampung ditandai oleh dua hal, yaitu ekonomi dan budaya.
Di fase awal kedatangan, pertanian menjadi pekerjaan utama yang dipilih oleh orang Bali. Alasananya karena orang Bali tidak memiliki kemampuan lain selain dalam bidang pertanian.
Metode pertanian ganda dan kecermatan mengelola hasil panen adalah faktor yang mendorong ekonomi orang Bali di Lampung tumbuh dengan cepat.
Perubahan dari menanam padi gogo ke pertanian teknis sejak masuknya irigasi teknis tahun 1975 di Seputih Rahman juga membuat ekonomi orang Bali mengalami peningkatan yang signifikan.
Kemajuan pertanian turut mendorong munculnya usaha baru seperti cetak beton dan transportasi sejak 1980-an.
Selain adaptasi pada bidang ekonomi, orang Bali di Lampung juga melakukan adaptasi budaya. Proses menghadirkan kembali budaya Bali dari tempat asal ke tempat baru sudah dilakukan oleh orang Bali sejak periode kedatangan.
Namun usaha tersebut terhambat oleh kondisi ekonomi yang masih sulit. Saat ekonomi semakin maju sejak 1970-an, maka berbagai praktek kebudayaan Bali yang membutuhkan biaya besar seperti Ngaben akhirnya bisa dilakukan.
Orang Bali juga mulai membentuk budaya baru yang merupakan hasil dari penyesuaian antara budaya Bali dan budaya Lampung.***