Pukul 07.15 Wib, Letkol Untung mengeluarkan Komunike/ Pengumuman melalui RRI. Isinya telah terjadi pembersihan Dewan Jenderal. Presiden diberitakan “selamat dalam lindungan G30S”. Berikutnya ditindaklanjuti pembentukan Dewan Revolusi. Pada tingkat pusat, hingga desa
Saelan, pengawal yang lain, melapor: ada penembakan di sejumlah kediaman jenderal. Juga ada pasukan tidak dikenal di sekitar Istana.
“Ik ben overrompeld, wat wil je meet mij doen. Wij kunnem hier langer blijven” (saya di tingkar. Apa yang kamu lakukan terhadapku. Kita tidak dapat lebih lama tinggal disini). Begitu respon presiden.
Di kediaman Ibu Haryatie ini para pejabat mulai berdatangan.
Soeparto, pengawal presiden, berkomunikasi dengan Oemar Dhani di Halim. Pesawat Jetstar Kepresidenan telah siap di Halim. Presiden atas kemauan sendiri, dengan iringan-iringan pengawalan menuju Bandara Halim. Berbeda dari rencana Aidit, dijemput Soeparjo dengan satu dua pengawal.
Pukul 9.50 Wib, Soepardjo menghadap Presiden Soekarno. Melaporkan Dewan Jenderal telah diamankan oleh gerakan dipimpin Letkol Untung. Lolosnya Jenderal Nasution juga dilaporkan.
Presiden berkomentar: “biasa dalam revolusi”. Kemudian minta bukti: “Mana bukti aksi itu?”. Dijawab Soepardjo: “laporan lengkap akan diberikan letkol Untung”. Soeparjo menyodorkan daftar Dewan Revolusi ditandatangani Untung. Presiden Soekarno: “tindakan Untung membantu nekolim”.
Soeparjo menjadi komikator negosiasi antara Aidit Cs dan Presiden Soekarno. Keduanya sama-sama bermarkas di kawasan Halim pada hari itu.
Pembicaraan terpotong kedatangan Brigjen Sabur (Komandan Resimen Cakrabirawa). Pukul 10.00 Wib. Melaporkan suasana istana dan beberapa jenderal meninggal. Pada jam itu agendanya Jenderal Ahmad Yani menghadap presiden. Laporan Sabur itu didengar bersama para pejabat yang hadir.
Presiden meminta Soepardjo menghentikan pertumpahan darah. Mengultimatum: “jika tidak bisa, Soepardjo akan dihabisi”. Dalam bahasa Sunda.
Pukul 10.30, Presiden Soekarno memerintahkan Brigjen Sabur membuat pernyataan: “Presiden dalam keadaan sehat wal-afiat dan tetap menjalankan tugas sebagai pimpinan negara.” Pernyataan itu dibuat bersama-sama Sabur dan Brigjen Soepardjo. Sabur mengirim salinan ke Mabes Resimen Cakrabirawa.
Pernyataan itu diblokir Aidit. Tidak diumumkan ke publik.
Aidit-Lukman-Njono justru menyiarkan Dekrit No. I/1065. Melalui RRI. Pukul 11.00 Wib. Tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia sebagai sumber dari segala sumber kekuasaan. Juga menyatakan Kabinet Dwikora Demisioner. Dekrit ini menganggap eksistensi Presiden Soekarno sudah habis. Dikudeta. Pada jam yang sama, Letkol M. Santoso, Kepala Staf Resimen Cakrabirawa mengadakan konferensi pers. Menyampaikan pernyataan Brigjen Sabur.
Pukul 12 presiden beserta sejumlah menteri kabinet mengadakan rapat Kabinet. Di kediaman Komodor Susanto. Terjadi dualisme pendapat. Leimena menyarankan megabaikan komplotan Aidit Cs. Oemardani justru menyarankan presiden mengikuti Aidit Cs.
Pukul 13.00 Wib, Aidit melepaskan blokade pengumuman surat penyataan Brigjen Sabur. Pernyataan itu disiarkan melalui RRI. Pukul 14.00 Aidit Cs mengeluarkan Dekrit Dewan Revolusi. Isinya pembentukan Dewan Revolusi. Susunan Dewan Revolusi dan penurunan pangkat di atas kolonel.
Mendengar Dekrit itu Presiden Soekarno marah. Presiden mengatakan: “aku tidak ingin dipaksa, ini kabinetku”. Menpangak Jendral Polisi Sutjipto Judodihardjo menyatakan: “ini adalah kudeta”.
Presiden Soekarno meminta Ormar Dhani memanggil Soeparjo. Negosiasi Men/Pangab Pengganti Jenderal A. Yani. Presiden mengusulkan Mayjen Basuki Rahmat dan Pranoto. Sedangkan Aidit Cs, menawarkan Mayjen Rukmana dan mayjen Pranoto. Nama terakhir lebih diterima kedua belah pihak.
Pukul 16.00 WIB. Presiden menandatangani Perintah Harian. Menunjuk Pranoto sebagai pengganti Jenderal Yani. Dibuat rangkap empat. Satu diberikan Supardjo untuk diteruskan kepada Aidit. Kedua untuk disiarkan RRI. Ketiga diberikan kepada Mayjen Soeharto di Kostrad.
Perintah surat harian menandakan presiden masih efektif menjabat. Tidak lagi demisioner. Dibuktikan berlakunya surat perintah harian. Ditandatangani presiden. Dewan Revolusi diabaikan. Akan tetapi situasi menjadi cepat berubah. Pasukan Kostrad sudah siap tempur. Mayjen Pranoto Reksosamudro di konsinyir oleh Mayjen Soeharto. Kepemimpinan operasi di tangan Mayjen Soeharto.
Fase berikutnya peruntungan G30S/PKI memasuki masa surut. Obyek-obyek vital direbut Kostrad. Presiden Soekarno berhasil diyakinkan Mayjen Soeharto ke Bogor. Aidit melarikan diri ke Yogya.
Itulah tarik ulur Soekarno-Aidit. Halim tanggal 1 Oktober 1965.
ARS (rohmanfth@gmail.com), penulis buku: “G30S-PKI: Soekarno-Soeharto Berenang di Antara Dua Karang”. Jaksel, 01-10-2024