MUARA ENIM – Satu lagi Kepala Desa terbukti mengkhianati kepercayaan rakyat. Mantan Kepala Desa Petanang, Kecamatan Lembak, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, berinisial S, resmi dijebloskan ke penjara setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat menemukan bukti dugaan korupsi dana desa senilai Rp 1,2 miliar.
Modusnya terbilang licik, belanja fiktif, proyek mangkrak, dan pajak yang tidak disetorkan. Akibatnya, uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa justru masuk ke kantong pribadi.
Kepala Kejari Muara Enim, Rudi Iskandar, dalam keterangannya menegaskan bahwa perbuatan S berlangsung dalam rentang waktu 2019 hingga 2023. Dana desa yang digelapkan mencapai miliaran rupiah dengan berbagai modus kejahatan anggaran, antara lain:
- Rp 606 juta dana kas desa tidak dapat dipertanggungjawabkan.
- Rp 538 juta sisa APBDes menghilang dari rekening desa.
- Rp 56,5 juta belanja barang fiktif.
- Rp 26,2 juta pajak yang tak disetorkan.
- Rp 2,9 juta pengurangan volume proyek fisik.
Total dugaan korupsi mencapai Rp1,22 miliar, sebuah jumlah fantastis untuk ukuran dana desa.
Atas perbuatannya, S dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni:
- Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
- Pasal 3 Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tanpa menunggu lama, S langsung dijebloskan ke Lapas Kelas II B Muara Enim untuk menjalani masa tahanan 20 hari, dari 19 Februari hingga 10 Maret 2025.
“Kami tidak akan membiarkan uang rakyat digerogoti oleh pejabat desa yang tidak bertanggung jawab. Penahanan ini adalah langkah awal dalam proses hukum yang lebih besar,” tegas Kajari Rudi Iskandar.
Kasus ini bukan yang pertama, dan mungkin bukan yang terakhir. Namun, satu hal yang pasti, korupsi dana desa adalah pengkhianatan terhadap rakyat yang harus dibasmi sampai ke akarnya. Uang yang semestinya digunakan untuk pembangunan desa malah lenyap di tangan pejabat serakah.
Aparat hukum kini diharapkan tak hanya berhenti di S, tetapi juga membongkar jaringan yang mungkin terlibat. Jangan sampai kejahatan ini hanya dihukum ringan sementara rakyat yang dirugikan terus menderita. ***