Scroll untuk baca artikel
AgamaHead LinePendidikanTeknologi

Mis-qall Lamp: Ketika Bonggol Jagung Berceramah Tentang Ketenangan Jiwa

×

Mis-qall Lamp: Ketika Bonggol Jagung Berceramah Tentang Ketenangan Jiwa

Sebarkan artikel ini
Mis-qall Lamp: sebuah lampu relaksasi multifungsi yang memadukan teknologi, seni, dan nilai-nilai Islam.

WAWAINEWS.ID – Di tangan dua siswa MAN Insan Cendekia Pekalongan, Ryan Zakinnaja Giggs dan Bima Irfan Zidny, bonggol jagung berubah nasib. Yang dulunya dibuang ke kebun, kini naik kelas menjadi lampu relaksasi spiritual beraroma lavender dan bernuansa batik Pekalongan.

Ya, Anda tidak salah baca. Bonggol jagung benda yang biasanya berakhir di kandang sapi kini naik pangkat jadi alat terapi spiritual beraroma lavender.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Adalah Ryan Zakinnaja Giggs dan Bima Irfan Zidny, dua remaja dengan kombinasi nama yang terdengar seperti duet pesepak bola dan dai muda, yang menciptakan Mis-qall Lamp: sebuah lampu relaksasi multifungsi yang memadukan teknologi, seni, dan nilai-nilai Islam.

Namanya “Mis-qall” berasal dari akar kata Arab misqal, yang berarti “cahaya” meski di telinga sebagian orang terdengar seperti merek parfum Turki yang dijual di toko oleh-oleh haji.

Dari Bonggol Jagung ke Cahaya Ketenteraman

Inspirasi awalnya cukup ironis: mereka prihatin terhadap dua hal remaja yang stres dan limbah jagung yang depresi.

Menurut survei I-NAMHS 2022, ada 15,5 juta remaja Indonesia yang mengalami stres, cemas, atau susah tidur. Sementara di sisi lain, 5,7 juta ton bonggol jagung dibuang setiap tahun tanpa kejelasan nasib.

Dari situ, Ryan dan Bima tampaknya berbisik kepada semesta: “Kalau manusia aja bisa healing, kenapa bonggol jagung enggak?”

Hasilnya: Mis-qall Lamp sebuah kotak cahaya relaksasi yang bisa menenangkan jiwa lewat aroma lavender, cahaya lembut, dan lantunan ayat suci Al-Qur’an.

Uji coba dengan sensor gelombang otak MUSE menunjukkan hasil signifikan: stres pengguna menurun dalam waktu 5–10 menit.

  • Secara ilmiah: terapi cahaya.
  • Secara rohani: dzikir elektronik.
  • Secara humor: lampu ini bisa jadi pesaing kuat diffuser emak-emak pengajian.

Dari Joglo ke Kaligrafi

Desain lampu ini tidak asal “nyala, wangi, dan islami”. Bentuknya terinspirasi atap rumah Joglo, simbol keterbukaan dan keseimbangan hidup. Bahannya? Bonggol jagung yang dipadatkan, dilapisi motif batik Pekalongan dan kaligrafi Al-Qur’an.

Hasilnya bukan cuma Instagramable, tapi juga penuh filosofi.

  • Mis-qall Lamp hadir dalam tiga varian:
  • Calm Bloom — untuk yang hatinya sering guncang karena deadline atau mantan.
  • Deep Dream — membantu tidur nyenyak, cocok untuk penghafal Al-Qur’an yang insomnia karena ujian.
  • Flow Learn — membantu fokus belajar, agar tidak kalah dengan notifikasi TikTok.

Setiap varian punya kombinasi warna dan aroma berbeda. Jadi, kalau Anda sedang cemas, tinggal pilih “lavender mode” dan biarkan cahaya serta aroma itu berdialog langsung dengan neuron iman Anda.

Sains Bertemu Spiritualitas

Di balik kesederhanaannya, proyek ini menggunakan metode Research and Development (R&D) bukan sekadar eksperimen anak madrasah yang “asal jadi”. Mereka bekerja sama dengan Rumah Atsiri Indonesia sebagai penyedia minyak esensial dan memanfaatkan teknologi brainwave monitoring.

Rencana ke depan, Mis-qall Lamp akan dikembangkan menjadi smart lamp berbasis aplikasi: pengguna bisa memilih aroma, warna cahaya, bahkan ayat favorit dari ponsel.

Bisa jadi kelak muncul notifikasi baru: “Stres terdeteksi. Membaca Surah Ar-Rahman otomatis dimulai.”

Inilah perpaduan antara dzikir dan data, antara AI dan ayat-ayat masa depan pendidikan Islam yang tak hanya mengaji, tapi juga meneliti.

Ekonomi Sirkular Berbasis Iman dan Akal

Secara sosial, inovasi ini mengajarkan hal yang lebih besar: bahwa kreativitas Islam tidak berhenti di meja musyawarah atau ceramah Jumat.
Bonggol jagung bisa jadi ibrah pelajaran bahwa sesuatu yang dianggap remeh, bila disinari niat baik dan ilmu pengetahuan, bisa menjadi sumber keberkahan.

Mis-qall Lamp adalah contoh ekonomi sirkular berbasis kearifan lokal dan nilai spiritual. Limbah yang dulunya mubazir kini menjadi produk fungsional, estetis, dan bernilai ekonomi.

Bahkan, dalam bahasa dakwahnya: “Tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan Allah termasuk bonggol jagung, asal disentuh dengan iman dan riset.”

Dari Madrasah ke Masa Depan

Karya Ryan dan Bima membalik stereotip lama bahwa madrasah hanya sibuk dengan kitab kuning dan pengajian. Kini, madrasah juga bisa bicara tentang neuro-sains, sirkular ekonomi, dan desain berkelanjutan.

Mereka membuktikan bahwa sains dan iman bukan dua kutub yang berseberangan, tapi dua sisi dari satu cahaya misqal, kalau kata mereka.

“Kami ingin menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu harus canggih secara teknologi, tapi berakar pada kepedulian terhadap lingkungan dan budaya,” ujar Ryan.

Dengan Mis-qall Lamp, dua siswa ini tak hanya menyalakan lampu, tapi juga menyalakan harapan bahwa ilmu dan iman bisa bersinergi untuk menyembuhkan dunia yang sedang gelisah.

Barangkali jika Imam Al-Ghazali hidup di zaman ini, beliau tidak hanya menulis Ihya Ulumuddin, tapi juga akan membuat app “Ihya Lamp”: memadukan dzikir, sensor cahaya, dan terapi wangi-wangian sunnah.

Dan mungkin beliau akan tersenyum melihat dua santri muda Pekalongan ini yang membuktikan bahwa spiritualitas tidak perlu gelap dan kaku. Kadang, ia cukup menyala lembut… dari bonggol jagung yang tercerahkan.***

SHARE DISINI!