LEBAK – Musim durian kembali menyapa tanah adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Di saat sebagian orang sibuk berburu diskon 10.10 di marketplace, para pencinta durian justru berbondong-bondong berburu “diskon aroma” di tanah yang masih dijaga adatnya ini.
Ya, kawasan Baduy kini tengah memasuki awal musim durian. Tapi jangan keburu senang, karena kata para pedagang, musimnya baru “buka pintu”, belum benar-benar pesta panen.
“Belum banyak sih sebetulnya, tapi beberapa sudah panen. Kebanyakan masih berbunga, mungkin dua atau tiga bulan lagi baru melimpah,” ujar Pandi, salah satu pedagang durian di kawasan Wisata Baduy, Senin (20/10/2025).
Meski belum melimpah, harga sudah bikin keringat jatuh lebih dulu sebelum durian jatuh dari pohon. Saat ini, Pandi menjual durian Baduy di kisaran Rp100 ribu untuk dua sampai tiga buah. Tapi nanti kalau sudah musim besar, harga itu bisa dapat empat sampai lima buah.
“Kalau sekarang sih durian langka, yang banyak justru yang nanya,” katanya sambil tertawa kecil.
Sementara itu, Aqil, wisatawan asal Tangerang Selatan, mengaku datang karena “katanya legit banget”.
“Teman saya bilang durian Baduy itu beda rasanya. Sekalian aja main ke Baduy, biar nggak cuma tahu dari story Instagram,” ujarnya sambil menggenggam durian seperti memegang trofi kemenangan.
Durian Baduy memang bukan sembarang durian. Selain rasa manis legitnya yang berpadu lembut dengan sedikit pahit di ujung lidah kombinasi yang membuatnya seperti kisah cinta bertepuk sebelah tangan durian ini juga tumbuh tanpa pupuk kimia, tanpa pestisida, dan tanpa drama modernisasi.
Semua serba alami, sesuai prinsip hidup masyarakat Baduy yang menjunjung kesederhanaan dan keseimbangan alam.
Pohon-pohon duriannya dibiarkan tumbuh di tengah hutan yang asri, tanpa sentuhan tangan manusia berlebih. Tak heran, rasa yang lahir pun begitu “jujur”.
Teksturnya lembut, warnanya kuning keemasan, dan aromanya tidak menusuk cocok untuk mereka yang biasanya menutup hidung saat mendengar kata durian.
Di balik kelezatannya, durian Baduy juga menyimpan nilai budaya. Bagi masyarakat adat, buah ini bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan simbol hubungan spiritual antara manusia dan bumi.
Proses panen dilakukan secara tradisional dan penuh kehati-hatian bukan karena takut jatuh duriannya, tapi karena setiap buah dianggap anugerah alam yang harus disyukuri.
Singkatnya, menikmati durian Baduy bukan cuma soal rasa tapi juga pengalaman: aroma hutan, filosofi hidup, dan sedikit perjuangan menempuh jalan menuju lokasi yang berliku. Sebuah perjalanan yang, kata banyak penggemar durian, “lebih nikmat dari duriannya sendiri”.
Dan buat Anda yang tak sabar menunggu panen raya, tenang saja sabar itu bagian dari ritual menikmati durian Baduy. Lagi pula, kalau semua durian datang sekaligus, nanti siapa yang akan kita rindukan?