Oleh: Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Litbang Kompas merilis hasil survei. Anies Baswedan (AB) memuncaki perolehan dukungan pilkada DKI 2024. Sebagaimana seharusnya sudah diduga, ia tidak jauh dari basis elektoralnya ketika pilpres. Ada pada kisaran 41%. Survei Litbang Kompas kali ini ia mendapat 39%.
Menariknya, Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama (BTP), menempati urutan kedua. Ia mendapat 34,5% dukungan. Pada urutan ketiga Ridwan Kamil (RK) dengan perolehan 24%. Berdasar survei yang sama, 52,3% responden mempertimbangkan akan memilih RK. Peluangnya tidak bisa dianggap remeh.
Bagaimana membaca data-data itu?.
Pencermatan umum tentu menempatkan AB diunggulkan memenangkan kontestasi. Akan tetapi kehadiran BTP pada urutan kedua, memiliki tiga konsekuensi.
Pertama, parpol yang tidak kebagian gerbong atau hanya menjadi pelengkap pada gerbong Anis Baswedan, akan menempatkan Ahok sebagai kandidat. Kedua, tingginya dukungan menjadikan BTP tidak bisa di delete dari kotestasi pilkada Jakarta 2024. Ketiga, secara historis, BTP merupakan antitesa dari Anies Baswedan.
BTP menjadi simpul pemersatu pemilih non AB. BTP effect tidak bisa mengurangi elektoral AB. Mereka masa militant. Akan tetapi ia bisa menjadikan AB tidak dapat menambah basis dukungan selain massa yang dimilikinya. Ia akan eksplore sedemikian rupa titik lemah AB itu. Sementara ia (BTP) tidak memiliki celah lagi dibidik sebagai penista agama sebagaimana kejadian 2017.
Pilkada Jakarta memiliki karakteristik berbeda dengan pilpres. PKB tidak memiliki banyak dukungan untuk mendongkrak AB di DKI. Karakteristik pemilih Jakarta terbagi dalam dua golongan besar. Religius-puritanistik vs pluaris-rasional. Basis massa non PKS dan Non Ahok (BTP), lebih mudah bertemu dengan basis massa BTP.
Terlepas mencuatnya BTP pada survei, terdapat lima titik lemah AB ketika mengikuti kontestasi pilkada 2024.
Pertama, residu konflik masa lalu. Kontestasi pilkada Jakarta 2017 menempatkan AB dalam pertentangan kuat dengan BTP. AB dinilai memainan politik aliran terlalu tajam. Ia dinilai anti pluralitas. Kekecewaan terhadapnya akan menemukan momentum pembalasan pada pilkada 2024.
Kedua, Jakarta batu loncatan politik. Akan muncul kekawatiran warga Jakarta, AB tidak serius membangun Jakarta pada periode kedua. Jabatan sebagai Gubernur akan dijadikan batu loncatan politik untuk kontestasi pilpres lima tahun mendatang. Sebagaimana ia tunjukkan pada periode pertamanya. Kekawatiran ini juga diungkap oleh Sudirman Said, sebagai mantan circle AB pada pilpres 2024.
Ketiga, redupnya pamor habaib. Kedzuriahannya pada rasulullah Muhammad Saw digugurkan tesis Kyai Imadudin dari Banten. Eksistensi politiknya hingar bingar ketika menumbangkan BTP tahun 2017. Kini sulit memperoleh kepercayaan rakyat sebagaimana dahulu. Juga tidak memperoleh momentum isu untuk menghantam BTP.