Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Otoriter. Itu salah satu label dilekatkan pada pemerintahan Presiden Soeharto: Orde Baru. Oleh gerakan reformasi. Tuduhan serupa juga dilekatkan pada Presiden Soekarno.
KBBI mengartikannya sebagai “berkuasa dengan semau-maunya sendiri”. Bisa dikatakan pula sebagai perilaku kekuasaan sewenang-wenang. Itulah yang disebut “otoriter”.
Megawati Sukarno Putri mengusung narasi anti otoritarianisme. Pada awal kemunculannya dalam pentas nasional. Ialah anti kepatuhan buta terhadap penguasa.
Isu korektif terhadap otoritarianisme itu menjadi pijakan eksistensi politik dinasti Megawati menggeser Orde Baru.
Salah satu dasar tudingan terhadap Orde Baru otoriter adalah lamanya Presiden Soeharto berkuasa. Lebih 30 tahun.
Jika dimulai dari peristiwa Supersemar tahun 1966, menyentuh 32 tahun. Artinya satu siklus panjang kalender Jawa. Empat windu. Satu windu itu delapan tahun lamanya.
Menarik untuk dicermati bukan saja pada lamanya berkuasa. Akan tetapi bagaimana narasi dibangun sehingga kekuasaan itu berlangsung lama.
Presiden Seokarno dipilih secara aklamasi. Oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sepanjang kepemimpinannya, tidak terdapat pemilihan presiden secara periodik. Sebagaimana amanat UUD 1945. Bahwa presiden menjabat dalam durasi lima tahun dan selebihnya bisa dipilih kembali.
Emat tahun sebelum lengser tahun 1967, tepatnya tahun 1963, Presiden Soekarno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup. Dicetuskan tokoh 1945 AM Hanafi dan Ketua MPRS Chaerul Saleh.
Didasarkan kekawatiran pada kemenangan PKI apabila dilakukan pemilu. Tap MPRS No. III/MPRS tahun 1963 mengangkat Ir Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
Durasi kekuasan presiden Soekarno tanpa batas waktu. Juga tanpa kontrol melalui pemilu periodik lima tahunan. Itulah kemudian muncul tudingan Presiden Soekarno merupakan sosok otoriter.
Presiden Soeharto terpilih oleh dorongan elemen-elemen Orde Baru. Pasca tragedi 1965. Dikomando Jenderal AH Nasution melalui sidang MPRS.
Jenderal Nasution memiliki teori. Indonesia perlu stabilitas. Perlu dipimpin figur kuat dalam jangka panjang dari etnis terbesar: Jawa. Figur itu diketemukan ada pada sosok Jenderal Soeharto.
Kepemimpinan Presiden Soeharto dilegitimasi pemilu periodik. Sesuai amanat UUD 1945. Setiap tahun diselenggarakan pemilihan umum. Setiap lima tahun diselenggarakan pemilihan presiden oleh MPRS.
Presiden Soeharto terpilih terus hingga lebih 30 tahun berkuasa. Durasi kekuasan yang panjang itulah dijadikan triger untuk menudingnya sebagai penguasa otoriter.
Sama seperti penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Lamanya kekuasaan Presiden Soeharto tidak terkuak atas dasar kehendaknya sendiri. Terdapat dorongan eksternal sehingga ia terus berkuasa.
Pada case (kasus) Presiden Soekarno didasarkan pada alasan ketakutan pada kemenangan PKI. Pada sosok Presiden Soeharto lebih didorong perpacuan antar faksi.
Begitu kharismatik dan kuatnya kepemimpinan Presiden Soeharto, tidak terdapat faksi-faksi yang berani menghadirkan kepemimpian alternatif. Karena itu berarti oposisi. Jauh dari kekuasaan. Maka satu-satunya jalan berpacu mendukung dan menopang eksistensi kekuasaan Presiden Soeharto.
Maka jika dilihat dari sisi personal, baik dari sisi Presiden Soekarno maupun Persiden Soeharto, tidak ada instruksi atau pemaksaan untuk menjadikan dirinya lama berkuasa.
Bedanya pada Presiden Soekarno tidak mendapat justifikasi UUD 1945. Sementara eksistensi Presiden Soeharto memperoleh justifikasi UUD 1945. Melalui pemilu periodik.
Gerakan reformasi merevisi durasi kekuasaan tanpa batas itu. Presiden bisa dipilih tidak boleh lebih dua periode. Ketentuan itu dituangkan dalam amandemen UUD 1945.
Bagaimana dengan Megawati Sukarno Putri. Eksistensi politiknya dibangun di atas perlawanan terhadap kekuasaan otoriter.
Narasi anti otoritarianisme itulah harapan yang djanjikan kepada rakyat untuk kemudian bersimpati dan mendukung gerakannya.
Kini Megawati telah mengendalikan partai sebagai ketua umum selama 25 tahun. Jika tahun ini dipilih kembali, maka ia menjabat ketua umum dalam durasi 30 tahun.
Ia memiliki mandat partai dengan justifikasi “hak prerogatif”. Kekuasannya menjadi sangat tak terbatas. Bisa dikategorikan sebagai otoriter.
Tidak ada ketentuan konstitusi dan perundang-undangan yang dilanggar. Akan tetapi merupakan anomali dari gerakan anti otoritarianisme yang ia jajakannya sendiri kepada rakyat.
Pada saat membutuhkan dukungan rakyat. Pada saat kemunculannya melawan Orde Baru. Dulu. Kini spirit tuntutan itu diingkarinya sendiri.
Perlu ketegasan peraturan perundang-undangan. Masa jabatan presiden sudah dibatasi maksimal dua periode. Masa jabatan ketua umum parpol juga perlu pembatasan yang sama.
Parpol merupakan produsen sumber daya kepemimpinan bangsa. Kepemimpinan bangsa harus dibenahi dari sumbernya.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 09-01-2025