Oleh: Yusuf Blegur
WAWAINEWS – Saat Indonesia masih terasa dalam penjajahan, padahal sudah sejak lama mengumandangkan proklamasi kemerdekaan.
Saat kehidupan rakyat masih dibekap kemiskinan, padahal seluruh penjuru negera berlimpah kekayaan.
Saat dipelosok desa masih ada yang kelaparan, padahal konstitusi menjamin kemakmuran dan keadilan.
Saat keadaan negara semakin berantakan menuju kehancuran, padahal otoritas juga semua fasilitas dikuasai dan dikendalikan rezim kekuasaan.
Maka harus ada kesadaran evaluasi dan refleksi diri dalam kemuliaan bulan Ramadhan.
Saling berbagi dan menebar kasih sayang dan menghindari kecenderungan individualustik dan keegoisan.
Menghambakan diri dan hanya tunduk di hadapan kekuasaan Tuhan.
Meninggalkan setiap sifat kesombongan, sikap arogan dan semua niat buruk serta modus kejahatan.
Saat Indonesia tak berdaya karena yang hak terus diperkosa kebatilan.
Saat kebenaran masih takut ditegakkan dan dibungkam oleh kemungkaran.
Saat oligarki mencengkeram negara dan kesejahteraan tak kunjung lahir karena dominannya penindasan.
Saat Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI hanya sekedar kesepakatan, tanpa praktek-praktek nyata dalam kehidupan kebangsaan.
Maka tak ada pilihan lain, selain menjadikan ibadah puasa sebagai momentum membangun keberadaban.
Melawan KKN, kejahatan konstitusi, kedzoliman pada rakyat dan segala bentuk kebiadaban yang bersumber dari nafsu dan belenggu setan.
Maka seluruh umat Islam dan anak bangsa wajib memanfaatkan puasa sebagai kawah candradimuka membentuk manusia taqwa dan selamat dari jalan kesesatan.
Menjadikan ibadah puasa ramadhan sebagai satu- satunya ibadah untuk Allah azza wa jalla dan hakekat puasa sebagai sarana menahan diri sekaligus alat pembebasan.