Wawainews.id – Komunitas Seribu Alat Tulis dalam komitmennya akan terus mengavokasi pendidikan dan menaburkan semangat pendidikan ke anak-anak pelosok untuk mempunyai gairah pendidikan yang tinggi.
Selasa, 10/03/2020, untuk pertama kalinya melakukan asessman di daerah Jawa Timur. Tepatnya, Dusun Palongan. Desa, Wringin. Kecamatan, Wringin, Kabupaten Bondowoso.
Tujuan utama Komunitas seribu Alat Tulis adalah mengunjungi sekolah, SDN Wringin 4, Wringin-Bondowoso.
Ditemani perangkat desa, yang akrab dipanggil Pak Kampong Agus, Komunitas Seribu Alat Tulis menjejal jalan berbatu tajam dan terjal ketika masih pagi buta.
“Jalan disini masih belum tersentuh pembangunan secara merata, dek. Aksesnya membutuhkan perjuangan dan kehati-hatian, karena rawan jatuh alias kecelakaan, maka tidak heran sedikit sekali orang yang mau berkunjung ke Dusun Palongan, sehingga hal ini juga berdampak kepada ekonomi masyarakat dan pendidikan karena tidak bersentuhan langsung dengan dunia luar,” Tutur Pak Kampong Agus di sela-sela beristirahat menghela nafas ditanjakan yang terjal.
Tiga jam lebih, akhirnya team dari Komunitas Seribu Alat Tulis sampai di sebuah Sekolah Dasar yang tepat berada dihimpitan perbukitan dan ditengah lembah yang mempunyai pemandangan yang indah.
Namun, keindahan tersebut beringsut setelah Komunitas Seribu Alat Tulis menemukan kenyatakaan bahwa pendidikan di Dusun Palongan masih jauh dari apa yang diharapkan, salah satu contoh kecilnya yakni satu ruang kelas harus diisi dua rombel, tentu kondisi ini mengganggu konsentrasi peserta didik dalam belajar.
“Kami disini mengatur ruang kelas untuk diisi dua rombongan belajar, misal kelas 1 bersama kelas 2, kelas 3 bersama kelas 4, dan kelas 5 bersama kelas 6. Kami tidak memberikan sekat, Cuma membedakan masing-masing kelas dengan menghadap ke utara dan selatan,”Terang Pak Fathol guru SDN 4 Wringin, Wringin-Bondowoso.
Sehingga dalam mengajar di dalam kelas ada dua guru sekaligus. Keadaan ini terkadang membuat konsentrasi belajar tidak terfokus, hal ini dilakukan karena kami menyesuaikan dengan kondisi sekolah.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah sebagian siswa yang tidak memiliki seragam sekolah yang lengkap, mulai dari buju merah-putih, sepatu, dan peralatan belajar lainnya.
“Saya tidak punya sepatu kak, kemarin sih ada, cuma sekarang sudah rusak, mau beli tetapi bapak dan ibu belum mempunyai uang”. Cerita Puyono Siswa yang duduk dikelas 3.
Kondisi semacam ini masih banyak mendera sekolah-sekolah dengan wilayah geografis perbukitan, demi menjaga asa anak pelosok mengeyam pendidikan, harapan terbesarnya adalah warga, sekolah, dan lembaga terkait saling bersinergi bahu-membahu membangun pendidikan demi sebuah peradaban.
Penulis : T. Rahman Al Habsyi