Scroll untuk baca artikel
Sosial

Dugaan Pengarahan Dana BPNT di Lampung Timur: KPM Diancam, Barang Tak Sesuai Nilai

×

Dugaan Pengarahan Dana BPNT di Lampung Timur: KPM Diancam, Barang Tak Sesuai Nilai

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi BPNT

LAMPUNG TIMUR — Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di wilayah Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur menuai sorotan, Sabtu 21 Juni 2025.

Berdasarkan laporan masyarakat, diduga terdapat praktik pengarahan atau pengkavlingan terhadap keluarga penerima manfaat (KPM), bahkan disertai ancaman pencoretan dari daftar penerima jika dana tunai tidak dibelanjakan di e-Warong tertentu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Padahal, sesuai regulasi terbaru dari pemerintah pusat, skema BPNT telah beralih dari bentuk barang menjadi bantuan tunai, yang disalurkan melalui PT Pos Indonesia.

Artinya, para KPM memiliki kebebasan untuk membelanjakan dana tersebut sesuai kebutuhan di warung sembako, pasar tradisional, maupun e-Warong tanpa paksaan atau keterikatan.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Di beberapa desa wilayah Kecamatan Jabung, para KPM justru telah dikavling diduga secara paksa untuk tetap membeli sembako dari e-Warong yang telah ditentukan.

BACA JUGA :  Paminal akan ke Jabung Ambil Keterangan 4 Pelajar Korban Salah Tangkap

Bahkan, masyarakat lebih dulu telah menggesek dana BPNT ke e Warong tertentu, setelah selang dua hari baru menerima paket sembako sesuai yang ditentukan.

Seorang warga Desa Negara Batin, meminta namanya tulis inisial I saja menuturkan bahwa ia menerima uang tunai Rp600.000 (akumulasi bantuan selama tiga bulan). Namun, ia diwajibkan membeli paket sembako berisi:

  • 2 sak beras (asumsi 1 sak RpRp 132.000)
  • 1 kg gula (Rp18 ribu)
  • 1,5 kg telur (Rp40.500)
  • 2 liter minyak goreng (Rp38 ribu)

Total biaya untuk bahan pokok tersebut berdasarkan harga pasaran umum

Dengan total biaya Rp 358.500, sehingga ada selisih sekitar Rp 41.500 antara total biaya dan nilai yang diterima (Rp400.000). Ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi terkait BPNT Lampung Timur dan keadilan dalam penyaluran bantuan.

Penerima bantuan merasa bahwa ada ketidakcocokan antara nominal yang diambil dengan besaran Rp 400.000 dan nilai barang yang diterima. Total nilai barang yang diterima, menurut pengakuan warga, diasumsikan harganya Rp400.000.

BACA JUGA :  FKMPB Bantu Warga Setiadharma yang Melahirkan Bayi Kembar

“Semua barang itu diasumsikan harganya Rp400.000, sisanya uang yang harusnya Rp200.000 per bulan itu, ada yang hanya dikasih Rp180.000,” ujar warga meminta namanya tulis I saja tersebut kepada Wawai News.

Yang lebih ironis, warga mengaku menerima ancaman dari penyuplai jika tidak bersedia membeli di toko tertentu.

“Kalau nggak belanja di toko itu, kami diancam data penerima kami bakal dihapus. Padahal bantuan itu hak kami, bukan hak mereka,” lanjutnya.

Hal itu menimbulkan praduga, masyarakat menduga praktik ini melibatkan suplayer barang yang warga sebut perseroan terbatas PJM, serta oknum kepala desa yang ikut ‘mengamankan’ distribusi ke toko tertentu.

Praktik seperti ini jelas melanggar aturan dan semangat pemberdayaan ekonomi lokal, karena bantuan seharusnya bisa dibelanjakan secara bebas oleh warga untuk kebutuhan pokok, bukan berdasarkan paket yang tidak sesuai kebutuhan dan nilai.

“Saya warga Desa Negara Batin, tapi hal begini juga terjadi di desa lainnya bukan hanya desa saya,”jelas I menyebut keseluruhan penerima BPNT di Kecamatan Jabung kurang lebih 4000-an.

BACA JUGA :  Dua Warga Asahan Jadi Korban Penodongan di Jabung

Sementara itu, Kepala Desa di Kecamatan Jabung yang dihubungi Wawai News membantah tudingan tersebut.

“Sumpah, saya tidak mengetahui ada kejadian seperti itu. Kalau dibilang saya ikut mengarahkan, itu hoaks,” tegasnya.

Meski demikian, ia berjanji akan menindaklanjuti informasi ini.

“Hari Senin ini saya akan panggil semua pihak terkait penyaluran BPNT itu. Terima kasih atas masukannya,” pungkas sang Kades mengaku dirinya tidak ada pemberitahuan dana BNPT tersebut telah cair.

Praktik seperti ini sangat rentan menyimpang dari asas keadilan dan transparansi.

Warga berharap agar pihak pemerintah daerah, Inspektorat, Dinas Sosial, serta penegak hukum dapat turun langsung mengecek dan menindak jika ditemukan pelanggaran.

Kasus ini mencerminkan pentingnya monitoring langsung oleh instansi terkait dalam penyaluran bantuan sosial.***