BANDAR LAMPUNG – Proyek pembangunan gerbang rumah jabatan Bupati Lampung Timur ternyata tidak hanya jadi pintu masuk ke halaman kantor, tapi juga jadi gerbang masuk ke jeruji besi.
Eks Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lampung Timur berinisial S resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Tak tanggung-tanggung, Proyek Gerbang Bupati Lampung Timur ternyata S disangkakan punya banyak peran dalam proyek yang diduga “diracik sedemikian rupa” hingga negara rugi Rp3,8 miliar.
“Yang bersangkutan bukan hanya Kepala Dinas, tapi juga merangkap jadi pengguna anggaran, PPK, dan bahkan ikut ‘main sutradara’ dalam proses tender. Semua dipegang sendiri, kayak film satu orang main semua peran,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung, Masagus Rudy, Senin (16/6/2025).
Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menemukan alat bukti yang cukup terkait peran S dalam proyek yang merugikan negara hingga miliaran rupiah tersebut.
Selain menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR, S juga merangkap sebagai Pengguna Anggaran (PA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang secara langsung terlibat dalam pengaturan pemenang tender.
“Dalam modusnya, tersangka S diduga mengatur atau melakukan persekongkolan untuk memenangkan salah satu perusahaan tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa,” ujar Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Lampung, Masagus Rudy, saat ekpos perkara di Bandar Lampung, Senin (16/6/2025).
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam istilah hukum: persekongkolan tender. Dalam istilah awam: main keroyokan dengan diri sendiri. Proyek gerbang rumah bupati tahun 2022 itu memang sejak awal sudah “tercium aroma amis”.
Laporan keuangan? Dicek. Pemenang tender? Dipegang. Jalur proyek? Dikuasai. Pendeknya, semua jalur proyek itu langsung ‘di-tol-in’ ke pihak yang sudah diatur.
Masagus Rudy menegaskan, penyidik masih terus memeriksa saksi-saksi lain.
“Bisa jadi, ini baru permulaan. Kita gali terus, jangan-jangan gerbang ini bukan cuma pintu satu arah,” katanya sambil menyinggung potensi tersangka lain.
S bukanlah nama pertama dalam drama proyek gerbang ini. Sebelumnya, Kejati sudah menetapkan empat tersangka:
- M. Dawam Rahardjo (MDR) – Bupati aktif Lampung Timur,
- MDW ASN yang diduga ikut “ngegas”,
- AC – Direktur perusahaan penyedia proyek,
- SS Konsultan yang mestinya mengawasi, tapi ikut main di panggung.
Empat orang ini sudah lebih dulu disapa jaksa, dan kini S menyusul sebagai ‘pemain kelima’.
Kalau mau dihitung-hitung, dari proyek bernilai puluhan miliar, kerugian negaranya sekitar Rp 3,8 miliar. Cukup buat bangun gerbang beneran atau gerbang rumah hantu, tergantung selera.
“Proyek pemerintah harusnya jadi manfaat buat rakyat, bukan jadi ATM berjalan buat oknum,” kata Rudy.
Proyek ini seharusnya mempercantik rumah jabatan, tapi akhirnya memperburuk citra pejabat. Ironis? Jelas. Lucu? Sedikit. Tapi yang pasti: hukum tidak bisa diajak bercanda.***