JAKARTA – Mekanisasi pertanian melalui pemanfaatan teknologi alat mesin pertanian (Alsintan) dinilai bisa membuka peluang kerja dan usaha baru. Salah satunya Melalui usaha penyewaan dan tenaga service yang dikelola usaha jasa alat dan mesin pertanian (UPJA).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan, mekanisasi pertanian tujuannya memang tidak hanya untuk peningkatan produksi, tetapi juga untuk membuka peluang usaha atau kerja baru. Peluang ini muncul di tengah pemerintah terus menggenjot produksi pertanian.
Adapun alsintan yang bisa dimanfaatkan antara lain combine harvester (alat panen padi), traktor roda 2 (Hand Tractor), traktor roda 4, alat tanam padi (rice transplanter), dan beberapa alsintan lainnya.
“Perluasan dan optiomasi lahan pertanian di Indonesia mencapai 1,16 juta hektar (naik 358% dibanding tahun 2013). Dan sebanyak 34,8 juta hektar di antaranya lahan rawa. Ini jelas akan memberikan peluang usaha jasa alsintan bila lahan tersebut menjadi lahan sawah produktif,” ujar Sarwo Edhy, Senin (25/11).
Sarwo Edhy mengungkapkan, saat ini tenaga kerja pertanian kian terbatas, ditambah kurang minatnya generasi muda untuk terjun ke bidang pertanian. Pertanian makin kehilangan tenaga olah tanah, tenaga tanam, tenaga perawatan dan tenaga panen. Mekanisasi pertanian menjadi satu-satunya solusi mengatasi masalah.
“Tidak hanya di Jawa, di Lampung, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan dan lainnya, alsintan hilir mudik diangkut di atas truk menuju lahan-lahan yang akan menggunakan jasa alsintan tersebut,” ujarnya.
Di wilayah Jawa Timur, jasa alsintan telah menjadi kebutuhan masyarakat tani. Begitu juga di daerah sentra produksi padi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan daerah lainnya, memberikan harapan bagi para pengusaha jasa alsintan.
Meskipun ada sebagian masyarakat yang sudah mulai berkecimpung dalam UPJA ini, namun luas lahan yang perlu ditangani alsintan masih sangat luas.
“Peluang masih terbuka lebar. Apalagi pemerintah terus menggenjot perluasan lahan pertanian khususnya lahan sawah di luar daerah, serta kegiatan optimasi lahan-lahan rawa yang saat ini sedang digarap pemerintah untuk menjadi lahan sawah produktif,” kata Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy mencontohkan, pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang per hari dengan lama kerja 240-400 jam per hektar, dengan biaya mencapai Rp 2 juta-Rp 2,5 juta.
Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp 900.000 hingga Rp 1 juta.
Contoh lainnya, penyiangan secara manual membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15-20 orang dengan jumlah tenaga kerja 120 jam per hektar. Biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 600.000. Sementara, dengan power weeder, jumlah tenaga kerja yang diperlukan hanya 2 orang dengan jumlah kerja 15-27 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp 400.000.(*)