Scroll untuk baca artikel
Opini

Peta Konflik Idiologi Global

×

Peta Konflik Idiologi Global

Sebarkan artikel ini
Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Kapitalisme vs. Sosialisme – 15%. Menggambarkan ketegangan antara pasar bebas dan sistem ekonomi negara atau kolektivisme. Contoh: Venezuela – Bentrokan antara kebijakan sosialis dan krisis ekonomi. Kuba – Ketegangan kronis dengan AS sebagai simbol kapitalisme. AS vs. Tren Sosialisme Demokratik – Debat politik tentang jaminan kesehatan dan pendidikan gratis. Korea Utara vs. Dunia Barat – Ekonomi tertutup dan sentralisasi total vs pasar terbuka. China vs. Model Ekonomi Global – Kombinasi kapitalisme negara dengan kontrol partai.

Islamisme vs. Sekularisme – 13%. Menggambarkan pertarungan nilai-nilai (yang dianggap) syariah atau agama dalam politik dengan pemerintahan (yang dianggap) sekuler. Contoh: Iran – Penolakan terhadap liberalisme dan sekularisme Barat. Afghanistan (Taliban) – Pemerintahan berbasis hukum Islam secara ekstrim. Mesir – Konflik antara Ikhwanul Muslimin dan rezim militer sekuler. Turki – Polarisasi antara AKP (pro-Islam) dan oposisi sekuler. Nigeria – Boko Haram menolak negara sekuler dan menyerukan negara Islam.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Progresivisme vs. Konservatisme Budaya – 12%. Memberi Gambaran ketegangan seputar nilai-nilai sosial seperti gender, seksualitas, dan hak individu. Contoh: Debat Aborsi di AS – Putusan Mahkamah Agung (Roe v. Wade dibatalkan). Hak LGBTQ+ di Uganda/Rusia – Pelarangan hukum terhadap komunitas LGBTQ+. Pendidikan Gender di AS/Eropa – Bentrokan kurikulum inklusif vs nilai-nilai keluarga konservatif. Demonstrasi di Polandia – Hukum aborsi sangat ketat disorot dunia. Konflik nilai di India – Polarisasi antara Hindu konservatif dan kelompok liberal.

Ekologisme vs. Ekspansionisme Ekonomi – 10%. Konflik antara keberlanjutan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Contoh: krisis Amazon di Brasil – Penebangan hutan demi pertanian. Eropa vs. Negara-negara Penghasil Batu Bara – Transisi energi vs ketergantungan ekonomi. Protes Iklim Global (Fridays for Future) – Generasi muda menekan pemimpin dunia. Jerman vs. Aktivis Iklim (Lützerath) – Tambang batu bara vs iklim. Konflik tambang nikel/litium di Global Selatan – Industri hijau vs eksploitasi lokal.

Identitas Nasionalisme vs. Globalisme – 9%. Pertarungan antara proteksionisme identitas nasional dengan kerja sama global terbuka. Contoh: Brexit – Inggris keluar dari Uni Eropa sebagai simbol nasionalisme modern. Amerika First (Trump) – Menolak multilateralisme. India (Hindutva) – Penegasan identitas Hindu nasional. Hungaria & Polandia vs. Uni Eropa – Sengketa nilai dan kedaulatan nasional. Perdebatan Imigrasi di Eropa – Migrasi dilihat sebagai ancaman identitas nasional.

Teknokrasi vs. Demokrasi Partisipatif – 7%. Konflik terkait dominasi pengambil keputusan oleh elite teknokrat dibandingkan kontrol publik. Contoh: Peran Big Tech (Google, Meta) – Pengaruh terhadap opini dan demokrasi. Pandemi COVID-19 – Keputusan WHO/teknokrat vs penolakan publik di banyak negara. Kecerdasan Buatan & Etika – Siapa yang mengontrol AI?. Kritik terhadap IMF dan Bank Dunia – Kebijakan ekonomi teknokratik global. Cina: Sosial credit system – Pemerintahan melalui algoritma.

Barat vs. Sinosentrisme – 6%. Persaingan sistem nilai dan dominasi global antara Barat dan China. Contoh: isu Taiwan – China ingin mengontrol, Barat mendukung kemerdekaan. Uighur di Xinjiang – Barat menuduh pelanggaran HAM, China menolak. China vs. AS dalam teknologi (TikTok, Huawei) – Perebutan dominasi digital. Belt and Road Initiative (BRI) – Soft power China di Global Selatan. Laut China Selatan – Konflik klaim teritorial dan dominasi kawasan.

*Postmodernisme vs. Rasionalisme *– 5%. Debat antara nilai universal, sains objektif vs kebenaran relatif berbasis pengalaman/identitas. Contoh: Woke (kesadaran terhadap ketidakadilan) vs. Anti-Woke di AS dan Inggris – Identitas vs meritokrasi. Debat tentang sains dan gender – Penolakan definisi biologis oleh beberapa kelompok progresif. Universitas sebagai medan ideologi – Pembungkaman lawan ideologis melalui “cancel culture”. Teori Kritis Rasial di AS – Konflik dalam kurikulum dan pendidikan. Sastra dan Seni Modern – Persoalan apakah nilai estetika masih objektif.

Neo-Kolonialisme vs. Kedaulatan Global Selatan – 3%. Negara berkembang menolak dominasi politik dan ekonomi negara maju. Contoh: Afrika menolak kehadiran militer Prancis (Mali, Niger) Kritik Global Selatan terhadap WTO/WHO – Ketimpangan kebijakan perdagangan dan kesehatan. Pemberontakan terhadap utang Tiongkok di Afrika – Perangkap utang BRI (Belt and Road Initiative). Gerakan BRICS – Inisiatif untuk membentuk tatanan baru anti-Barat. Gerakan Non-Blok Baru (Indonesia, India) – Menolak ikut kutub global.

Berdasarkan peta itu, bagaimana seharusnya reposisi Indonesia?. Ikut arus atau memainkan ritemenya sendiri. Tentu jika spiritnya berdaulat atas bangsa sendiri, sudah seharusnya yang kedua menjadi pilihan dan concern.

Isu Non Blok, perdamaian abadi dan keadilan sosial gobal, hanya bagian kecil dari 3% isu dunia. Indonesia perlu menyuarakan lebih lantang idiologi perdamaian dan keadilan sosial masyarakat global. Keadilan di semua sektor. Termasuk keadilan ekonomi antar kawasan di berbagai belahan dunia.

Indonesia juga bisa memasuki ceruk isu Islamisme vs. Sekularisme – 13%. Menjadi model bertemunya Islamisme dan modernisme. Model Islam otentik-substantif dan bukan Islam labelistik. Indonesia bisa menawarkan solusi untuk mengurai ketegangan idiologi berkedok teologi.

Indonesia harus bisa menumpangi pergolakan idiologis global itu untuk memasukkan gagasan-gagasan briliannya dalam pembangunan peradaban global. Gagasan “perdamaian abadi dan keadilan sosial masyarakat global” sebagaimana amanat Preambule UUD 1945 harus diarusutamakan di tengah pergolakan idiologi global itu.

Bersikap pasif hanya akan menempatkan Indonesia pada halaman belakang percaturan global. Sikap proaktif akan memungkinkan terbukanya kemanfaatan ekonomi maupun penguatan geopolitik bagi reposisi Indonesia dalam kancah global.

Para cendekiawan Indonesia harusnya menjadi penyaji narasi penting untuk agenda ini. Bukan terjebak isu yang tidak prinsipil.

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)

SHARE DISINI!