Scroll untuk baca artikel
Opini

Berkala: Legal Audit Aset Tanah

×

Berkala: Legal Audit Aset Tanah

Sebarkan artikel ini
Berpedoman kepada perintah langsung Presiden RI Prabowo Subianto, TNI AL bersama masyarakat sekitar membongkar pagar laut sepanjang 30 KM yang ditanam di Pesisir Laut Tangerang. Sabtu (18/1). - foto doc ist
Berpedoman kepada perintah langsung Presiden RI Prabowo Subianto, TNI AL bersama masyarakat sekitar membongkar pagar laut sepanjang 30 KM yang ditanam di Pesisir Laut Tangerang. Sabtu (18/1). - foto doc ist

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Mencuatnya kasus penerbitan SHGB dan SHM pada wilayah laut di Tangerang merupakan perkembangan menarik.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kasus itu terbongkar beriringan dengan polemik pagar laut di wilayah perairan yang sama.

Pertama, mencuat beriringan dengan momentum rotasi kepemimpinan nasional. Presiden yang baru, Prabowo Subianto, secara tegas tidak mentolerir beragam penyimpangan.

Besar atau kecil. Tidak ada kompromi dengan kejahatan. “Ikan busuk berawal dari kepala”, ia teriakan secara lantang di awal memimpin. Ia buktikan ucapannya itu. Tidak mau menjadi penyebab “ikan kebangsaan” busuk. Sejauh ini.

Kedua, kementerian ATR/BPN dipimpin menteri yang tegas. Tanpa basa-basi menertibkan penyimpangan. Menteri Nusron Wahid secara jujur mengemukakan adanya sertifikat hak guna tanah pada wilayah perairan.

Tidak hanya di Tangerang. Tapi juga muncul di berbagai tempat lain di Indonesia. Bekasi. Sidoarjo. Juga temat-tempat lain.

BACA JUGA :  Capai 5.000 Bidang, Program PTSL 2025 di Kota Bekasi Fokus di Tiga Wilayah Kecamatan Ini

Menteri juga mengemukakan temuan baru. Terdapat SHGB pada lahan hutan. Ia sampaikan secara terbuka. Tidak ditutup-tutupi kasus itu.

Berikut langkah penertiban yang dilakukan. Walau belum semuanya. Setidaknya ada komitmen untuk menertibkan.

Kejujuran menteri ini tentu menjadi pukulan telak bagi para mafia tanah. Baik yang bergerak di dalam BPN. Jika ada. Maupun mafia tanah dari luar BPN.

Dalam disiplin kriminologi, dikenal teori 1:10. Mencuatnya satu tindak pidana sebenarnya hanya puncak gunung es. Sedikitnya dari satu tindak pidana itu menggambarkan 10 kejadian serupa yang tidak terungkap.

Komitmen presiden dan menteri ATR tentunya harus didukung. Beragam penyimpangan peruntukan lahan harus ditertibkan. Mafia tanah harus diberantas. Perlu “Legal Audit Aset Tanah” secara menyeluruh dan berkala.

Legal audit merupakan proses pemeriksaan dan analisa hukum secara komprehensif. Baik pada perorangan maupun korporasi.

Untuk menilai sejauh mana kepatuhannya terhadap UU maupun munculnya potesi risiko hukum. Legal audit juga untuk rekomendasi perbaikan, maupun guidance dalam pengambilan keutusan sebuah kebijakan.

BACA JUGA :  Perselingkuhan Ideologis Kaum Nasionalis

“Legal Audit Aset Tanah” perlu dilakukan dengan prioritas sebagai berikut:

Pertama, audit legalitas kepemilikan lahan proyek-proyek besar. Khususnya proyek-proyek korporasi: mega properti, lahan industri maupun komersial. Termasuk audit kepemilikan lahan di wilayah laut maupun di wilayah hutan.

Sebagaimana diungkap Menteri ATR/BPN, terdapat SHGB pada lahan hutan dan perairaan. Kasus serupa tidak mustahil banyak terjadi di berbagai tempat. Hanya saja belum terungkap.

Kedua, audit kepemilikan asset tanah oleh orang-orang super kaya. Seperti penyalahgunaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KPPRL) pada pulau-pulau pribadi.

Jika tidak diawasi dan dilakukan audit berkala, tidak mustahil terbit surat hak atas tanah sebagaimana kapling laut Tangerang.

Juga pada asset vila-vila mewah orang-orang super kaya. Pada lahan-lahan yang tidak seharusnya.

Ketiga, audit status kepemilikan lahan oleh orang-orang asing. Perlu audit untuk memastikan tidak ada peraturan yang dilanggar dan berujung pada okupasi lahan oleh orang-orang asing ini.

BACA JUGA :  Presiden Prabowo: Disiplin dan Kesetiaan

Kendornya kewaspadaan terhadap masalah ini bisa menjadi ruang para mafia tanah bermain penguasaan lahan secara melanggar hukum. Orang-orang asing bisa memiliki properti secara melawan hukum akan tetapi tidak terpantau.

Keempat, audit batas maksimal kepemilikan asset atas tanah. Peraturan tentang batas maksimal kepemilikan asset tanah harus ditertibkan.

Baik pembatasan atas tanah Hak Milik, HGU maupun HGB. Agar keadilan sosial dalam kepemilikan lahan bisa ditegakkan. Tanah tidak terkonsentrasi penguasaannya pada sekelompok kecil orang saja.

Kelima, audit pada lahan-lahan tidur. Ialah lahan-lahan yang tidak termanfaatkan dan dibiarkan pemiliknya menjadi terbengkalai bertahun-tahun.

Legal Audit Asset Tanah pada kelima hal itu perlu dilakukan secara periodik. Untuk menghindarkan okupasi lahan secara melawan hukum. Agar tidak dimanfaatkan oleh para mafia tanah untuk okupasi lahan secara tidak sah.

Legal Audit Asset Tanah secara periodik juga perlu dilakukan terhadap tanah-tanah konflik.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 30-01-2025