LAMPUNG – Tindakan wakil rektor III Universitas Bandar Lampung mempolisikan dua mahasiswanya mendapat reaksi dari LBH Pers Lampung dengan menyebutkan kampus tersebut otoriter.
Diketahui sebelumnya, dua mahasiswa UBL dilaporkan Wakil Rektor (WR) 3 ke Polresta Bandarlampung, dengan dugaan tindak pidana melakukan pelanggaran kekarantinaan ketika aksi 17 Februari 2021.
Para mahasiswa UBL itu menggelar aksi meminta penurunan SPP mencapai 50 persen dari bayaran dan gratiskan SPP bagi keluarganya yang terdampak Covid, pembukaan kesekertariatan ormawa, kebijakan berkumpul.
“Apa yang dilakukan pihak Kampus UBL melalui WR III adalah upaya kriminalisasi dan bentuk pembungkaman terhadap demokrasi serta pengebirian Hak Mahasiswa untuk memperjuangkan turunnya SPP,”Nilai Chandra Bangkit Saputra selaku Direktur LBH Pers Lampung, Rabu (24/2/2021).
Dia meminta pihak UBL untuk mencabut laporan di Polresta Bandarlampung dan duduk bersama mahasiswa.
“Aksi massa bukanlah hal yang luar biasa, mengingat kampus adalah mimbar akademis yang seharusnya tidak alergi dengan aksi protes oleh mahasiswanya. Wajar apabila hari ini mahasiswa menuntut untuk diturunkannya SPP saat pandemi,” kata dia, Rabu (24/2) dilansir dari RMOL Lampung.
Menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap perekonomian orang tua mahasiswa.
“Sehingga bukan hanya di UBL saja yang terjadi aksi protes penurunan SPP kuliah, namun hampir di seluruh kampus berjalan dengan damai,” kata dia.
Selain itu, pemakaian pelanggaran pasal 93 UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, terkesan dipaksakan dan mencerminkan kampus yang otoriter.
“Bukannya mengedepankan langkah-langkah akademik, demokratis dan humanis, pihak kampus justru menggunakan cara represif yang sangat disayangkan malah mencoreng wajah kampus itu sendiri,” tambahnya.
Padahal, UBL dikenal banyak mencetak aktivis-aktivis yang pro demokrasi dan pro hak asasi manusia, jadi jangan sampai kampus ini menjadi kampus yang otoriter, ujarnya.
“Upaya yang dilakukan pihak kampus hari ini adalah cerminan dari sikap yang otoriter. Karena kebebasan berpendapat di muka umum merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu yang dijamin oleh konstitusi, hal ini termuat pada Pasal 28,” pungkasnya