Scroll untuk baca artikel
Opini

Panca Sila dan Negara Tuna Susila

×

Panca Sila dan Negara Tuna Susila

Sebarkan artikel ini
Yusuf Blegur
Yusuf Blegur

Disampaikan Oleh: Yusuf Blegur

WAWAINEWS.ID – Panca Sila tak lagi memiliki kesaktian. Falsafah bangsa yang anggun itu, lunglai menghadapi keganasan taring kapitalisme dan komunisme. Negara pun terlanjur menjadi inkubator politik mengeliminasi agama, ahlak dan moralitas. Distorsi dan destruktif semua itu, demi syahwat uang dan libido kekuasaan para pemangku kepentingan publik, juga oligarki.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Istilah tuna susila biasa disematkan pada profesi yang menjual kehormatan dan harga diri. Pada seseorang misalnya yang menimpa perempuan, disebut Wanita Tuna Susila (WTS) karena menjajakan tubuhnya untuk dinikmati seseorang dengan imbalan uang atau fasilitas tertentu, tanpa menghadirkan kemurnian cinta dan kasih sayang.

BACA JUGA: Buku Yusuf Blegur ‘Jokowi Pahlawan atau Penghianat’ Diapresiasi

BACA JUGA :  Maklumat Kebudayaan dan Peluncuran Buku Anies Baswedan

Entah karena semata-mata kebutuhan ekonomi, atau bisa juga demi merengkuh kenikmatan seksual dan bahkan mungkin percampuran keduanya. Materi ok, kegiatan yang sering disebut-sebut salah satu kenikmatan surga dunia itu juga ok. Ada kebutuhan memenuhi kepuasan lahir batin, dari kegiatan hubungan intim ilegal itu. Dari situ mulai suka dan menjadi kesenangan, terbiasa hingga menjadi kebutuhan dan pekerjaan rutin.

Dalam perspektif politik, menarik membahas Indonesia dari aspek Panca Sila sebagai sebuah dasar negara dan falsafah bangsa dengan fenomena tuna susila kehidupan rakyat dan pemimpinnya. Dalam tinjauan peradaban manusia dan tata kelola pemerintahan sejauh ini, NKRI terus mengalami degradasi tajam menyoal ideologi, agama, etika dan moral.

BACA JUGA: Jakarta Guyub, Upaya BroNies Merangkai Kembali, Serpihan Kemerdekaan Indonesia yang Terserak

Liberalisasi dan sekulerisasi telah menjadi budaya dan agama baru. Banyak orang telah men-Tuhankan dirinya, tidak sedikit orang yang men-Tuhankan sesamanya. Semua orang merasa dirinya yang terbaik, harus dihormati dan harus dilayani. Pada saat tertentu, secara individu maupun berkelompok memaksakan kehendaknya, bertindak menjadi penguasa yang telah menjadi hukum yang harus dipatuhi siapapun.

BACA JUGA :  Buku Menjemput Mandat Presiden untuk Anies, Karya Aktifis GMNI Diterbitkan

Seakan-akan merasa penguasa paling kuat, unggul, dan berintegritas. Merasa negara dan dunia ini miliknya, apa yang ada di dalamnya semua dalam genggamannya. Hanya kepada dirinya dan kelompoknya semua orang harus tunduk dan taat. Politik kekuasaan bak Firaun modern, menganggap diri dan kelompoknya penguasa abadi. Rezim pemerintahan bukan hanya sekedar dzolim, lebih dari itu terbuka menentang Tuhan. Wajah dan perilakunya bak monster berwujud manusia. Membunuh lahir batin rakyat, menyingkirkan siapapun yang menghalangi ambisinya. Gelap mata memuaskan syahwat kekuasaannya, mengambil yang bukan haknya dan di sana-sini menimbulkan penderitaan rakyat.

BACA JUGA: Puluhan Eksponen Aktifis 98 Buat Pernyataan Sikap, Siapa Saja?

Dalam kenestapaan yang dalam dan panjang, negara menjadi rapuh tatkala tak memiliki pondasi negara kebangsaan yang kuat. Panca Sila, UUD 1945 dan spirit NKRI terasa semu dan penuh halusinasi. Negara tak ubahnya organisasi yang menjadi alat kepentingan materialisme elit politik dan kekuasaan. Pemerintahan tanpa malu dan agresif mewujud kolonialis dan imperialis bagi rakyatnya sendiri. Watak kekuasaan pemegang kedaulatan dan mandat rakyat, menjadi raja kecil lokal yang melayani raja besar asing. Sementara rakyat pribumi terus dihisap, dirampas hak hidup layaknya sembari menyaksikan pemimpinnya lebih loyal melayani dan memuaskan bangsa asing.

Yusuf Blegur
Opini

Oleh: Yusuf Blegur WAWAINEWS.ID – Penguasa tuntas mengoyak…

Yusuf Blegur
Opini

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur WAWAINEWS.ID – Mungkin Bahlil…