Scroll untuk baca artikel
BudayaLampung

Dahsyat! Berdiri Kokoh dan Terawat, Inilah Patung Raja Brawijaya di Lampung Timur

×

Dahsyat! Berdiri Kokoh dan Terawat, Inilah Patung Raja Brawijaya di Lampung Timur

Sebarkan artikel ini
Patung bertuliskan Raja Brawijaya berdiri kokoh di Desa Brawijaya
Patung bertuliskan Raja Brawijaya berdiri kokoh di Desa Brawijaya, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur - foto Rojali

Selain karya sastra, di Wikipedia juga menuliskan sumber lain yang menyebutkan keberadaan Brawijaya dari Majapahit adalah cerita rakyat. Sama seperti dalam karya-karya sastra, penyebutannya yang umum dalam cerita-cerita rakyat adalah Prabu Brawijaya, tanpa diikuti angka.

Di Kabupaten Gunungkidul, cerita rakyat tentang orang-orang Majapahit yang melarikan diri ke wilayah Gunungkidul terdapat di beberapa daerah.

Scroll untuk baca artikel

Di Dusun Betoro Kidul, Desa Karangasem, Kecamatan Ponjong, masyarakat setempat meyakini adanya tokoh bernama Bathara Katong yang pernah tinggal di sana.

Menurut sesepuh setempat, nama asli dari Bathara Katong adalah Jaka Umbaran yang berasal dari Majapahit dan merupakan keturunan Brawijaya.

[6] Di Kecamatan Panggang malah terdapat cerita tentang Brawijaya sendiri. Dalam cerita tersebut, Brawijaya bersembunyi di Pantai Ngobaran untuk menghindari kejaran tentara Demak dan kemudian melakukan pati obong untuk meninggalkan jejak.

Setelah itu, Brawijaya berpindah ke Gua Langse dan moksa di sana.

[7] Cerita lain menyebutkan Brawijaya alias Bondansurati melakukan pati obong di sebuah hutan di wilayah Gunungkidul.[8]

Kisah orang-orang Majapahit yang melarikan diri juga terdapat di Dusun Dukuhan, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.

Dalam cerita rakyat setempat, seorang abdi dalem Majapahit bernama Ki Ageng Tunggul Wulung ditugasi oleh Brawijaya menyelamatkan pusaka kerajaan karena Majapahit akan hancur diserang Demak dan menyerahkannya kepada seorang kesatria.

Ki Agung Tunggul Wulung dan rombongan sampai dan menetap wilayah yang sekarang bernama Dukuhan.

Pusaka kerajaan berupa tombak Tunggul Wasesa, keris Pulung Geni, dan bendera Kiai Tunggul Wulung akhirnya diberikan kepada Danang Sutawijaya, kesatria yang mendirikan Kerajaan Mataram Islam.

Orang-orang Majapahit yang tersisa di Dukuhan kemudian moksa. Lokasi yang diyakini tempat moksa mereka masih dirawat warga setempat. [9]

Di Kabupaten Bantul, Brawijaya diceritakan menyamar menjadi wong cilik bernama Ki Dipanala untuk mencari burung perkututnya bernama Jaka Mangu yang lepas.

Ki Wangsayuda menemukan perkutut tersebut dan merawatnya bersama perkutut-perkututnya yang lain. Ki Dipanala akhirnya berjumpa dengan Ki Wangsayuda dan memberitahunya bahwa ia sedang mencari perkututnya. Ki Dipanala mengenali salah satu perkutut yang dirawat Ki Wangsayuda adalah Jaka Mangu.

Akhirnya, Ki Wangsayuda menyerahkan Jaka Mangu kepada pemiliknya. Oleh Brawijaya, Ki Wangsayuda diberi hadiah atas jasanya merawat Jaka Mangu.

Hadiah tersebut membuatnya menjadi orang terpandang sehingga dijuluki Ki Ageng Paker.

Wilayah tempatnya tinggal kemudian dikenal sebagai Dusun Paker yang terletak di Desa Mulyodadi, Kecamatan Bambanglipuro. (10]

Di Kabupaten Ngawi, tepatnya di Desa Babadan, Kecamatan Paron, terdapat cerita rakyat tentang Brawijaya V yang menyinggahi hutan di daerah tersebut dalam pelariannya menuju Gunung Lawu karena dikejar oleh pasukan Demak yang telah menghancurkan Majapahit.

Di hutan tersebut, ia dianggap meninggalkan jejak berupa gundukan tanah, yang saat ini dianggap petilasannya. Gundukan tersebut ditemukan pada 1963 oleh kepala desa Babadan dan saat ini dikenal sebagai Punden Syeh Dumbo.

Masyarakat setempat percaya, di petilasan tersebut Brawijaya V meletakkan baju kebesaran dan mahkotanya, dan beristirahat. Brawijaya V juga dipercaya sempat menyucikan diri di Sungai Tempuk yang terletak tidak jauh dari petilasan tersebut.

[11] Kini daerah sekitar punden tersebut dikenal sebagai kompleks Palereman Alas Ketonggo Srigati.

Di Gunung Lawu, Brawijaya V dipercaya moksa. Dalam cerita rakyat setempat, Gunung Lawu dipercaya sebagai tempat persembunyian Brawijaya V dari kejaran pasukan Demak sebelum akhirnya moksa. Di sana, ia didampingi oleh pengikutnya: Sabdo Palon, Dipa Menggala, dan Wangsa Menggala.

Brawijaya V dipercaya menitahkan kepada Dipa Manggala menjadi Sunan Lawu yang bertugas menjaga Gunung Lawu dan Wangsa Menggala menjadi Kyai Jalak yang bertugas sebagai patih Sunan Lawu, sementara Sabdo Palon pergi meninggalkan Brawijaya V dan moksa.

Kini, tempat moksa Sabdo Palon terkenal sebagai Puncak Hargo Dumiling, dan tempat moksa Brawijaya V terkenal sebagai Puncak Hargo Dalem. [12]

Jurnalis : Jali