JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengkritik keras ungkapan Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan laskar FPI, Abdullah Hehamahua, menyebut pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana beberapa waktu lalu ibarat Nabi Musa mendatangi Firaun.
Ketua PBNU Robikin Emhas awalnya menjelaskan Indonesia berdiri atas kesepakatan bersama. Kesepakatan itu, katanya, berasal dari lintas agama hingga suku.
“NKRI dirikan oleh para pendiri bangsa berdasarkan kesepakatan. Itulah mengapa Indonesia disebut juga sebagai negara kesepakatan (darul ‘ahdi). Siapa yang bersepakat? Seluruh komponen bangsa. Lintas etnis dan suku, juga budaya dan bahasa,” kata Robikin kepada wartawan, Rabu (14/4/2021).
Kesepakatan tersebut, menurut Robikin, harus dijalankan secara bersama. Kesepakatan hidup bersama itu tak hanya berhenti pada generasi saat ini, namun ke depan.
“Kesepakatan merupakan janji. Dan janji dalam pandangan Islam adalah utang yang mesti dibayar. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus harus memegang kesepakatan para pendiri bangsa sebagai bentuk penunaikan janji,” ujarnya.
Robikin menjelaskan status pemerintahan Indonesia adalah sah secara Islam. Pemerintah yang dipilih melalui pemilihan ini, menurut Robikin, sah dalam pandangan Islam.
“Lalu bagaimana status NKRI menurut pandangan Islam? Jawabannya jelas, sah. Dan karena status NKRI sah menurut pandangan Islam, maka pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemilihan yang sah juga sah,” ucapnya.
Robikin pun mengkritik keras jika TP3 menganggap pertemuan dengan Jokowi bak bertemu dengan Firaun. Menurut Robikin, TP3 tak boleh menyamakan Presiden dengan Firaun.
“Nah, karena Presiden terpilih secara sah maka keliru kalau mengalogikan pertemuan dimaksud seperti bertemu Firaun. Perlu ditegaskan, sebagai negara bangsa (nation state) Indonesia bukan negara kafir (darul kuffar). Demikian halnya, presiden dan pemerintah yang ada juga bukan thoghut. Karena itu tidak boleh mengasosikannya sebagai Firaun,” ujarnya.
Sebelumnya, Abdullah Hehamahua menyebut pertemuan dengan Jokowi di Istana beberapa waktu lalu ibarat Nabi Musa mendatangi Firaun. Pernyataan Abdullah Hehamahua itu disampaikan dalam channel YouTube Ustadz Demokrasi seperti dilihat, Rabu (14/4).
“Kemudian tanggal 8 ada telepon dari Istana ke Sekretaris TP3 Pak Marwan Batubara bahwa Istana siap menerima besoknya tanggal 9 jam 10. Disebutkan 10 orang kemudian harus antigen dan antigen itu harus di rumah sakit yang ditetapkan yaitu di rumah sakit bunda di daerah Menteng,” kata Abdullah Hehamahua.
Pertemuan TP3 dan Jokowi pun akhirnya berlangsung. Abdullah Hehamahua menyebut pertemuan itu seperti Musa mendatangi Firaun.
“Singkatnya besoknya kami datang, kami sepakat bahwa kita datang seperti Musa datang kepada Firaun,” ujar Abdullah Hehamahua.
Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Adian lantas menanggapi pernyataan Abdullah Hehamahua itu. Donny meminta TP3 hati-hati dalam membuat perumpamaan.
“Hati-hati membuat ibarat, jangan sampai kebencian membutakan akal dan hati dalam memandang seorang pemimpin,” ujar Donny saat dihubungi.
Donny lantas bicara soal sosok Jokowi. Menurut Donny, Jokowi tak pernah mendikotomikan pendukung atau oposisi.
“Jokowi sosok negarawan yang berjiwa besar, demokratis dan berkarakter. Beliau mau mendengar semua kelompok, baik pendukung maupun oposisi. Kepedulian beliau kepada rakyatnya tidak dibatasi sekat suku, agama dan ras,” tutur Donny.