BudayaLampung

Sejarah Keratuan Pugung, Melinting dan Ratu Darah Putih

×

Sejarah Keratuan Pugung, Melinting dan Ratu Darah Putih

Sebarkan artikel ini
Taman Purbakala Pugung Raharjo
Batu Kelamin, situs magelitik di areal Taman Purbakala Pugung Raharjo, Kabupaten Lampung Timur

Dalam keterangan dari buk turunan Ratu darah Putih kampong Meringgai Marga Meliniting mengenai keratuan di pugung maupun tentang keratuan darah putih dan melinitng tidak atau belum didapat kurun waktu yang tepat seperti tahun berapa mulai terbentuknya keratuan dan tahun berapa adanya kejadian – kejadian penting, karena memang belum banyak yang meneliti dan data sangat terbatas yang terkait dengan hal tersebut

Untuk itu kita akan melihat keterangan mengenai Kesultanan Banten yang banyak ditulis dan memiliki data yang cukup lengkap yang berkaitan dengan penyebaran agama Islam.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Untuk penyebaran  agama islam di Lampung  dilakuakan melalui proses  hubungan pertalian darah yang ditandai dengan peristiwa perkawinan penguasa Banten saat itu dengan putri dari Keratuan Pugung dan sampai terbentuknya keratuan Melinting sehingga kita  akan mengetahui  periodesasi sejarahnya.

Seperti yang di jelaskan dalam beberapa tulisan kita dapat mengeahui mengenai “Kesultanan Banten” awal berdirinya menurut penjelasan Halwany Michrob,(1993) Semakin besar dan  majunya daerah Banten maka pada tahun 1552 Banten yang tadinya hanya sebuah Kadipten di rubah menjadi Negara bagian Demak dengan Hasanuddin sebagai rajanya degan gelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan. Maulana Hasanuddin, masa menjadi Sultan banten 1552-1570.

Dalam Riwayat Kesultanan Banten Th. Hafidz Rafiuddin, S.Ag. (2000), mengemukakan hal yang hampir sama, antara lain sebagai berikut; Pada kenyataannya sebelum Sultan Maulana Hasanuddin ditugaskan oleh Ayahandanya Syarif Hidayatullah untuk mengembangkan Islam di Banten, pada waktu itu masyarakat Banten yang dipimpin oleh Raja Saka Domas (Pucuk Umun) dibantu oleh Maha patihnya Ajar jong dan Ajar jo sebagal pemeluk Animisme. Maulana Hasanuddin. Dilahirkan pada tahun 1479 di Cirebon dan wafat pada tahun 1570 di Banten.

BACA JUGA :  Lagi, Ayah di Lampung Timur Ditangkap Polisi, Kali Ini Cabuli Anak Kandung hingga Hamil 5 Bulan

Pada 1525 Maulana Hasanuddin mengIslamkan Banten Utara secara berangsur-angsur, yang tidak masuk Islam mengungsi ke Parahiyangan (Cibeo/Kanekes Banten) (Rafiuddin, 2000: 1- 9).

Dalam Sajarah Banten Hoesein Djajadiningrat (1913), tentang “orang tua” Hasanuddin, dikisahkan sebagai berikut: Diceritakan sekarang tentang seorang yang dikeramatkan, yang bapaknya berasal dari Yamani, dan Ibu dari Bani Israli.

Dari Mandarsah ia datang di Jawa, yaitu Pakungwati, untuk meng-Islamkan daerah ini.

Ia mempunyai dua orang anak, seorang Perempuan (Anak pertama) dan laki-laki bernama Maulana Hasanuddin. dengan anaknya yang laki laki ia berangkat ke arah barat, tiba di Banteng Girang, lalu terus ke Selatan, ke Gunung Pulosari (Djajadinigrat 1983.33)

Tentang “seorang yang keramat, yang bapaknya berasal dari Yamani dan ibunya dari Banisrail, kemudian dijelaskan, bahwa “seorang yang keramat” itu, dari Mandarsah ia datang di Jawa, yaitu Pakungwati, untuk meng-Islamkan daerah ini.

Secara tersamar, penulis Babad Banten yang dibahas Hoesein Djajadiningrat, nampak ingin meriwayatkan orang tua Hasanuddin. Akan tetapi, pengetahuan penulis Babad Banten tentang silsilah Syarif Hidayat, sangat terbatas.

Sehingga sebutan “orang yang keramat” itulah yang muncul, untuk menyatakan bahwa orang tua Hasanuddin adalah “tokoh penting”.

BACA JUGA :  Identitas Mayat Dalam Karung Lamtim Terungkap, Terakhir Izin Keluar Rumah Antar Orderan Online

Dalam Pakem Banten Tubagus Haji Achmad (1935), legalitas Hasanuddul sebagai putera Syarif Hidayat, dikemukakan antara lain sebagai berikut:

Maka terseboetlah pada masa dahoeloe, koerang lebih hidjrah Nabi 887, tahoen Belanda k.l. 1472, Maulana Machdoem Sarif Hidajatoellah, Kangdjeng Soenan Goenoeng Djati di Tjirebon, mengoetoes anakda Baginda Pangeran Hasanoeddin, soepaja datang ke negeri Banten, pertama disoeroeh menjebarkan agama Islam, kedoea mena’loekkan radja-radja di Banten, karena telah diketahoeinja bahwa Pangeran Hasanoeddin lajak dan pantas, akan bisa mentjapai maksoed hingga mendjadi Radja di Banten kelak sampai ketoeroen-toeroenannja (Achmad,1953: 24). 

Pakem Banten, menurut penyusunnya Tubagus Haji Achmad, menggunakan sumber “Parimbon Banten, yang hampir malah sudah musnah, karena dilalaikan oleh yang dipusakainya”.

Berdasarkan kutipan tersebut di atas, para penulis Parimbon Banten, cukup menjelaskan posisi Hasanuddin sebagai putera Syarif Hidayat. Hanya saja, pada kalimat selanjutnya, terjadi “plot less” (simpang siur) siapa yang mempunyai peranan penting, dalam proses meng-Islam-kan Banten.

Sebagaimana umumnya penulis Babad Banten, “raja-raja Banten non Islam” selalu diperankan sebagai antagonis (peran lawan), untuk menonjolkan semangat penyebaran Islam di kemudian hari. Sedangkan, kekerabatan Sang Surasowan dengan Syarif Hidayat, sangat gelap (peteng), tidak terjangkau oleh pengetahuan para penulis babad.

Berdasarkan kaol Cibeber, yang berhasil dirangkum dan didokumentasikan oleh Yayasan Ujung Wahanten (1996), mengemukakan hal yang sama, antara lain;

Pada abad 15, disaat Kg. Maulana Hasanudin pertama kali masuk ke Negri Banten, dimana pada waktu itu rakyat Negri Banten masih menganut agama kepercayaan Animisme dan masih di pimpin oleh Kerajaan Pajajaran dan Pakuan, Kg.

BACA JUGA :  IRT di Lampung Timur Tewas Tertabrak Fuso Angkutan Air Mineral di Simpang Empat GSB

Maulana Hasanudin berhasil menaklukan raja-raja Pajajaran dan Pakuan berserta rakyat dan pengikutnya, maka Kg. Maulana Hasanudin di tantang mengadu kekuatan kesaktian oleh salah seorang sesepuh di Negeri Banten yang bernama Pucuk Umun, di Tegal Papak Waringin Kurung Banten.

Kg. Maulana Hasanudin adalah putra pertama Seh Syarif Hidayatullah seorang ahli yang menurunkan raja-raja di Cirebon, Banten dan Demak.

Sang Ayah tinggal di Gunung Jati Cirebon yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Kemelut berkepanjangan yang melanda pemerintahan ini menyebabkan kerajaan Demak menjadi lemah dalam segala bidang kehidupan.

Keadaan ini mengakibatkan Demak kehilangan kewibawaannya di mata dunia internasional, sedang dalam waktu yang bersamaan, Banten, mengalami kemajuan dalam segala segi.

Situasi demikianlah yang mendorong Hasanuddin mengambil keputusan untuk melepaskan Banten dari pengawasan Demak.

Banten menjadi kerajaan yang berdiri sendiri, dengan Maulana Hasanuddin sebagai raja pertamanya. Sedang wilayah kekuasaannya pada waktu itu meliputi Banten, Jayakarta sampai Kerawang, Lampung, Indrapura sampai Solebar (Djajadiningrat, 1983: 38).

Dengan berkembang dan meluasnya penyebaran agama Islam dipesisir utara Jawa Barat  terutama yang disebrakan oleh Kesultanan Banten, agama Islam juga mulai mnyebar ke daerah Lampung bagian Timur khususnya daerah Keratuan Pugung.

  1. Timbulnya Keratuan Darah Putih