Scroll untuk baca artikel
Opini

Veronica Tan dan Redupnya Politik Intrik ?

×

Veronica Tan dan Redupnya Politik Intrik ?

Sebarkan artikel ini
Veronica Tan salah satu wanita yang dipanggil presiden terpilih Prabowo Subianto, bersama sederet calon Menteri di pemerintahannya nanti
Veronica Tan salah satu wanita yang dipanggil presiden terpilih Prabowo Subianto, bersama sederet calon Menteri di pemerintahannya nanti

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Ide siapapun, tetap saja menarik. Entah ide presiden terpilih Prabowo Subianto. Atau masukan pihak lain.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kemunculan Veronica Tan dalam jajaran kabinet Prabowo-Gibran sungguh menarik.

Kemunculannya berpotensi membuat politik intrik meredup. Ia bisa menjadi antitesa perseteruan rasistis yang telah berlangsung beberapa tahun belakangan.

Bobot perannya sama dengan kelogowoan Prabowo bergabung kabinet Jokowi. Atau Jokowi mengulurkan tangan persahabatan kepada Prabowo. Memupus potesi benturan pendukung di antara keduanya.

Veronica seorang filantrofis. Ketua Yayasan Kanker Cabang Jakarta. Profesional. Pelaku usaha. Mantan istri Ahok. Atau Basuki Tjahaya Purnama.

Di mana letak peranannya memupus politik intrik?.

Menjawabnya harus melacak konfigurasi konflik beberapa tahun belakangan. Khususnya sejak menjelang pilgub Jakarta 2017.

Ketika kontestasi politik diwarnai ketegangan bernuansa SARA.

Ketegangan itu jika disederhanakan tersimpul kepada tiga figur aktor saja.

Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Pertama, Ahok. Muara figur bagi kaum minoritas pluralis. Pendukungnya bukan saja kalangan etnis Cina. Melainkan didukung pula kaum liberalis pluralis.

BACA JUGA :  Prabowo, Birokrasi Konvensional dan Operasi Khusus

Ahok merupakan sosok temperamen. Sulit mengendalikan omongan. Suatu ketika terpleset lidah.

Ia tercitrakan sebagai penista agama. Megundang kemarahan banyak pihak.

Kedua, Habib Riziek. Lokomotif kaum Islam politik. Sebuah gerakan politik menggunakan narasi ke-Islaman untuk mendapat pendukung.

Ia memimpin gerakan anti penista agama. Untuk menumbangkan Ahok dalam kontestasi pilgub Jakarta.

Ketiga, Anies Baswedan. Figur antitesa kelompok liberalis pluralis. Tempat kelompok Islam politik menggantungkan agenda politiknya. Gerakan anti penistaan agama yang ditujukan kepada Ahok, mengangkat Anies Baswedan menjadi gubernur.

Figur kedua dan ketiga ini bersisiran gerakan. Berhadapan dengan Ahok. Bersatu padu melakuan gerakan politik hingga pilpres 2024.

Ahok disatu sisi dengan Habib Rizieq-Anis Baswedan di sisi lain, tetap menyisakan residu konflik. Setiap saat bisa meledak. Merupakan sumber intrik politik yang tidak ada habis.

Memori konflik itu tetap dirawat. Salah satunya untuk membangun soliditas pendukung. Pembesaran basis massa pedukung.

BACA JUGA :  Pamer Kekayaan dan Hancurnya Revolusi Mental Jokowi

Veronica Tan diceraiakan Ahok. Pasca gagal menjadi Gubernur DKI. Kini ia dimunculkan sebagai menteri kabinet.

Vero bukan saja antitesa gerakan Ahok. Setiap kemunculan Ahok akan selalu ada yang menghadapkan pada eksistensi politik Vero.

Kasus rumah tangga itu akan dieksploitasi untuk menihilisasi eksistensi politik Ahok..

Bukan itu saja.

Veronica akan menjadi simpul baru. Atau figur baru. Bagi kaum minoritas-pluralis. Maupun kaum pluralis-liberal.

Sisiran massa ini tidak akan lagi menjadikan Ahok sebagai muara figur ketokohan politiknya. Kini Veronica figur itu.

Figur Veronica lebih bersih. Tidak tercemari imagi penista agama. Feminis.

Bisa saja diframing sosok teraniaya atas hubungannya dengan Ahok. Veronika menjadi magnet basis massa yang dulu dinikmati Ahok.

Redupnya kartu politik Ahok, menjadikan imaji lawan bersama bagi kelompok Islam politik memudar. Tidak ada lagi bahan untuk menghidupkan memori perlawanan terhadap penista agama.

BACA JUGA :  212: Injury Time Rezim Jokowi

Bahkan untuk sekedar diperingati setiap tahun.

Anies Baswedan, muara figur gerakan Islam politik sudah lebih dahulu meredup.

Ia tidak memiliki kendali formal dalam kandidasi perpolitikan. Ia bukan bukan anggota atau pengendali partai.

Habib Riziek juga memudar oleh dua realitas. Pertama, ia tidak memiliki patron politik lagi. Ia meninggalkan Prabowo Subianto. Mendukung Anies. Kalah.

Ketika kini, Prabowo berhasil menjadi presiden, tidak mudah ia mengklaim telah berjasa.

Kedua, ia dihantam oleh prahara nasab. Bahwa ketersambungan nasabnya dianggap palsu oleh sejumlah pihak.

Ia tidak lagi dalam kendali mutlak atas basis massa sisiran ummat Islam.

Ditambah redupnya kartu politik Ahok oleh kemunculan Veronica Tan. Maka tidak ada lagi narasi musuh bersama. Untuk membangun soliditas ummat dengan satu alasan perlawanan.

Kemunculan atau dimunculkannya Veronica memupus intrik pertengkaran itu.

Bisa jadi peradaban politik bangsa ini lebih teduh. Di masa-masa mendatang.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 15-10-2024.***