Opini

Presiden Prabowo: Disiplin dan Kesetiaan

×

Presiden Prabowo: Disiplin dan Kesetiaan

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo Subianto, pidato kenegaraan pertama usai dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada Minggu 20 Oktober 2024
Presiden Prabowo Subianto, pidato kenegaraan pertama usai dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada Minggu 20 Oktober 2024

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – “Kau jangan setia pada Prabowo Subianto. Setialah pada bangsa dan negara. Inti pendidikan di sini, adalah disiplin dan kesetiaan”.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Begitulah instruksi Presiden Prabowo. Ketika pembekalan menteri kabinet di Lembah Tidar lebih seminggu lalu. Sebagaimana potongan-potongan video pidatonya bermunculan di beranda youtube.

Pidato itu memiliki makna setidaknya dua hal.

Pertama, Presiden Prabowo menetapkan parameter loyalitas. Adalah ketaatan dan kesetiaan pada bangsa dan negara. Bukan pada personalitas pimpinan.

Kesetiaan itu harus dirawat dan dipedomani secara disiplin. Termasuk dalam menjalankan tugas-tugasnya juga harus dengan disiplin.

Ia memberikan guidance pada segenap kabinetnya. Kepada siapa harus setia.

Bukan ABS (Asal Bapak Senang) yang ia harapkan. Melainkan kesetiaan pada bangsa dan negara.

Disiplin dalam menjaga kesetiaan dan disiplin dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kedua, Presiden Prabowo menciptakan musuh bersama dalam kabinetnya. Ialah ketidaksetiaan pada bangsa dan negara. Pada ketidakdisiplinan memegang teguh kesetiaan pada bangsa dan negara. Pada ketidakdisiplinan dalam menjalankan tugas-tugasnya.

BACA JUGA :  Solusi Hukum Polemik Nasab Habaib

Ketika ketidaksetiaan dan ketidakdisiplinan itu terjadi, yang bersangkutan akan menjadi musuh para loyalis bangsa dan negara. Para pembela bangsa dan negara. Berhadapan dengan rakyat.

Bukan hanya akan berhadapan pada presiden secara personal. Mungkin begitu pesan yang hendak disampaikan.

Statemen itu tidak hanya — setidaknya melalui kesan pidatonya— merobek kultus atau loyalitas buta kepada presiden secara personal. Melainkan merobek pula loyalitas buta pada kelompok, golongan, maupun komunitas politik.

Ia gariskan secara tegas definisi loyalitas. Ialah kesetiaan pada bangsa dan negara.

Era reformasi merupakan era multipartai. Ketaatan menteri kabinet seringkali lebih besar kepada partai pengusungnya. Atau pada kelompok pendukung politiknya. Dibanding kesetiaan pada bangsa dan negara.

Maka seringkali terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Presiden Prabowo melurusan penyimpangan-penyimpangan pemaknaan loyalitas itu. Begitulah yang ditangkap dari materi pembekalan itu.

Permasalahannya, dalam lingkup seperti apa kesetiaan itu dimaknai bersama?.

BACA JUGA :  Jadi 'Bintang Lapangan': Mahfud MD Berani Karena Dia Tak Punya Beban Korupsi

Selama ini kesetiaan terhadap bangsa dan negara dimaknai secara konseptual simbolik. Atau setidaknya bobotnya lebih banyak pada konseptual simbolik.

Kita diajarkan kesetiaan itu dalam bentuk penghormatan pada bendera. Pada lambang negara. Hafal sila-sila Pancasila. Disiplin upacara bendera. Baris berbaris.

Apa batasan seperti itu makna kesetiaan terhadap bangsa dan negara?. Tentu tidak sesederhana itu.

Kita bisa mengacu pada UUD sebagai pedoman pokok penyelenggaraan negara. Tujuan dibentuknya pemerintahan dirumuskan secara jelas dalam paragraf 4.

Kita bisa menjadikan rumusan preambule UUD itu sebagai parameter kesetiaan.

Bahwa tujuan penyelenggaraan pemerintahan itu adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa dan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiba dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Keempat tujuan itu harus berdasar Pancasila.

Maka segala bentuk kebijakan atau tindakan menteri kabinet. Pejabat. Aparat pemerintah. Memanfaatkan pengaruh kewenangannya. Yang dapat menyebabkan merosotnya upaya-upaya mewujudkan kesejahteraan umum.

Menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah. Menyebabkan terhalanginya atau merosotnya upaya-upaya pencerdasan kehidupan bangsa.

BACA JUGA :  Pamer Kekayaan dan Hancurnya Revolusi Mental Jokowi

Merosotnya kemampuan bangsa Indonesia dalam turut melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Yang melanggar prinsip-prinsip Pancasila.

Semua itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kekurangsetiaan atau ketidaksetiaan terhadap bangsa dan negara. Tinggal bobotnya saja yang berbeda. Seberapa besar ketidaksetiaan itu dilakukan.

Tentu saja makna dari masing-masing tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan bisa diterjemahkan secara operasional. Sebagai contoh apa yang dimaksud sebagai “kesejahteraan umum”. Apa kriteria dan indikator-indikatornya. Begitu pula tujuan penyelenggaraan negara yang lain.

Perlu kiranya dirumuskan indeks. Misalnya indeks kesejahteraan umum. Indeks terlindunginya segenap bangsa dan tumpah darah. Indeks kecerdasan bangsa. Indeks kemampuan partisipasi dalam mewujudkan ketertiban dunia.

Ataupun parameter-parameter yang bisa diuji berbagai disiplin akademik.

Adanya ketegasan parameter kesetiaan akan menggeser parameter-parameter simbolik. Kesetiaan berbasis seremoni. Bukan kesetiaan otentik.

Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 04-11-2024.***